Jumat, 20 September 2013

RUMAH SEX


Khusus untuk yang mencari Pasangan Sex atau yang mau Curhat saja 

Rumah Sex
Klik Disini : Rumah Sex 

Obrolan terbuka untuk siapa saja.. Tua , Muda dan kalangan dari manapun..

jangan meraqsa sakit hati.. karena itu semua hanya curahan perasaan saja.. 

Selamat Bergabung...

Administrator





Kamis, 19 September 2013

KISAH SMS HOT

Mas, komputernya hang lagi nih..! teriakku.Tidak berapa lama, Bryan masuk ke kamarku.Kamu emang gatek, Yen.. celetuk Bryan kakak iparku.Belum sempat aku bangun dari tempat duduk, kedua tangan Bryan sudah berada di bawah ketiakku. Jemarinya yang berbulu, begitu cepat menekan tombol Ctrl-Alt-Del. Komputer di depanku kembali berfungsi. Aku terhenyak. Bryan masih berdiri menunduk di belakangku. Dengan sengaja kedua tangannya menyentuh payudaraku. Aku tidak bereaksi. Memang ini yang kuinginkan. Jujur saja, aku sebetulnya dapat mengatasi masalah komputer hang. Sebenarnya yang tadi hanya trik saja untuk memancing Mas Bryan masuk ke kamarku.

Lembut banget Yen.., bisiknya lirih.Tidak lama kemudian dia keluar kamar. Hampir aku tidak mendengar ucapannya. Pikiranku jauh menerawang.Seandainya Mas Bryan menjadi milikku.., gumanku dalam hati.Aku terus membayangkan bagaimana bahagianya Priscilla, kakak sulungku, bersuamikan seorang Bryan. Badannya tinggi tegap. Kulitnya yang putih bersih, ditumbuhi bulu-bulu halus. Mas Bryan yang peranakan Jawa-Pakistan, sudah satu setengah tahun tinggal di rumah kami. Karena Cilla, panggilan kakak sulungku, sedang mengandung, Mama meminta mereka tinggal sementara di rumah ini.

Dering handphone membuyarkan lamunanku. Ahh, rupanya hanya SMS saja. Tapi, woooww ternyata itu pesan dari Mas Bryan.Isinya singkat, YEN, TOKETNYA INDAH BANGET, SORRY YA NGACENG AJA.Aku tersenyum membacanya. Aku mengerti maksud kata-kata terakhirnya, bukan ngaceng aja, tapi ngga sengaja. Kalaupun Mas Bryan benar-benar terangsang ketika berada di kamarku, memang wajar. Bukan hanya dia yang mengatakan buah dadaku indah, bahkan teman-teman cewek di kampus pun iri melihat punyaku ini. Apalagi sebelum Mas Bryan masuk kamarku, aku sengaja hanya mengenakan kaos oblong tanpa BH.

Malamnya, Mas Bryan SMS lagi. Dia sedang asyik menonton liga Italy di home theatre rumahku. Dalam pesannya, dia minta ditemani nonton bola. Kujawab tidak. Aku memang tidak senang menonton bola.KALO BOLA YANG LAIN MAU. pancingku me-reply pesannya.Sebetulnya aku ingin sekali berdua dengannya di malam seperti ini. Tetapi yang menjadi masalah adalah letak home theatre yang di pojok dekat taman persis bersebelahan dengan kamar tidur Mamaku. Kalau ketahuan kan jadi kacau semua. Kamar Mas Bryan sendiri ada di lantai atas, bersebelahan dengan adikku yang bungsu. Tetapi, kalau nonton TV Mas Bryan lebih senang di bawah. Mbak Cilla sudah tahu kebiasaan suaminya menonton bola di bawah. Kesempatan ini kumanfaatkan sekalian. Tetap lewat sarana SMS, kupancing Mas Bryan masuk kamarku.

Gairah seksku sedang memuncak-muncaknya malam itu. Mungkin karena mau dapat mens. Aku harus berterima kasih banyak pada fasilitas SMS lintas operator ini. Sudah dua minggu lebih, saya dan Mas Bryan saling kirim pesan rahasia. Padahal kami sama-sama berada di rumah. Kalau bicara langsung atau telepon kan beresiko ada yang menguping. SMS benar-benar menghubungkan cintaku padanya.

Pintu kamar terkuak perlahan. Dengan sedikit berjinjit Mas Bryan masuk kamarku. Mengenakan celana pendek dan kasus oblong. Kumis dan cambangnya baru dicukur. Birahiku menggelora melihat wajah Mas Bryan di depanku. Bahunya yang lebar mendatar ditambah dadanya yang bidang membuatku ingin segera menggelayutinya manja.Blom tidur Yen..? tanyanya berbasa-basi.Tidak kujawab. Aku hanya tersenyum manja sambil mengibas rambutku. Malam itu aku memakai baju tidur model you can see dan celana selutut. Agak lama kukibaskan rambutku. Mas Bryan pasti tidak melewatkan kesempatan emas ini. Dengan kaos you can see, jelas terlihat olehnya payudaraku yang putih menyembul.

Pelukan hangat Mas Bryan langsung menyergap. Memeluk dari belakang, membuat tangannya bebas-puas menggerayangi payudaraku. Sambil mendesis-desis, bibirnya yang seksi mulai melumat leher dan belakang kupingku. Pantas saja Mbak Cilla betah di kamar. Mas Bryan memang paling jago memanjakan cewek. Permainannya lembut dan halus. Baru kali ini aku merasakan sentuhan-sentuhan seorang lelaki yang membuatku nikmat keenakan.

Tidak seperti Joko pacarku, Mas Bryan sangat sabar menelusuri seluruh bagian tubuhku. Dia begitu menikmati jengkal demi jengkal lekuk tubuhku. Aku sangat menikmati permainan jilatan lidah dan remasan jari-jarinya yang nakal. Kini aku hanya menyisakan celana dalam saja. Pakaian tidur dan BH sudah dicampakannya. Entah kenapa, Mas Bryan belum juga menjamah bagian paling peka dari tubuhku. Padahal aku sudah sangat mengharapkan jilatan demi jilatan merambah bibir kemaluanku yang sudah mulai membasah.

Ternyata, kesabaran Mas Bryan menjelajahi bagian tubuhku berhenti sampai disitu. Tiba-tiba dia mengangkat tubuhku ke tempat tidur. Dengan sedikit tergesa-gesa, dia membaringkan tubuhku di pinggir tempat tidur. Buru-buru dia melepas celana dalamku dan CD-nya. Dengan berlutut di pinggir tempat tidur, Mas Bryan sudah mengeluarkan senjata pamungkasnya. Sebatang daging keras memanjang sudah mendekati selangkanganku.

Jangan dulu Mas..! sahutku lirih.Aku kecewa berat. Kenapa sih setiap lelaki selalu ingin cepat-cepat memasukkan batangnya ke lubang kemaluannya wanita. Padahal aku masih butuh foreplay yang lama. Kenikmatan tidak hanya didapat ketika batang itu ada dalam lubang kemaluan.Mas sudah ngga tahan, sayang..! katanya.Batang kokoh berurat itu mulai menekan-nekan. Aku meringis kesakitan.Ahhh.., perlahan dong Mas..! aku menahan sakit.

Seperti tidak mendengar permintaanku, Mas Bryan semakin kencang menekan. Kedua tangannya menyangga tubuhnya di bibir tempat tidur. Sementara kedua lututnya bertekuk di lantai. Gaya seperti ini pernah saya lihat di film biru. Kedua kakiku ditekuknya seperti kecoa kepanasan. Menurut cerita teman-temanku, posisi inilah yang didambakan setiap wanita. Dalam posisi seperti ini, penetrasi alat vital pria akan maksimal. Sementara kedua tangannya akan bebas meremas payudara si wanita. Tetapi semua itu tidak kuperoleh dari Mas Bryan.

Tidak seperti yang kuduga, sudah hampir tiga menit Mas Bryan belum berhasil menembus keperawananku. Puluhan kali dia mendorong batang kemaluannya, aku belum merasakan nikmatnya batangan daging memenuhi rongga vaginaku.Tiba-tiba Mas Bryan berkata, Mau keluar nih Cilla..! sambil meringis menahan sakit.Aku tersenyum mendengar ucapannya. Mas Bryan tidak sadar kalau tubuh yang dihimpitnya adalah tubuhku, adik iparnya, bukan Mbak Cilla istrinya.Dan, Cret cret cret cairan putih kental menghujam perutku.

Aku masih telentang ketika Mas Bryan mengenakan celananya. Tanpa permisi, dia langsung meninggalkanku. Cairan sperma Mas Bryan terasa meleleh ke bawah. Kemudian terhenti dan menggumpal di sela-sela bulu kemaluanku yang lebat. Seperti tidak percaya, aku mengenang kejadian beberapa menit yang lalu. Bukan tidak percaya pada hal yang kami berdua lakukan, tetapi pada kemampuan Mas Bryan. Mungkin aku terlalu tinggi menghayal dan berharap Mas Bryan sebagai lelaki perkasa, sehingga aku merasa kecewa dalam kenyataannya.

Padahal, kalau Mas Bryan tidak terburu-buru, akan kuberikan pertama kali kenikmatan untuknya. Biarlah, Joko pacarku mengambil sisanya, karena memang aku tidak berharap banyak dari Joko. Hubunganku selama ini dengannya lebih karena aku menuruti keinginan Mama saja. Maklum sudah tua, menjanda pula. Mama ingin, aku Yennita, satu-satunya anak perempuan yang single, berjodohan dengan keponakan Papa almarhum.

Paginya aku bangun kesiangan. Seluruh badan terasa pegal, mungkin karena permainan semalam yang tidak tuntas. Kusambar handphone-ku, lagi-lagi SMS dari Mas Bryan. Tidak seperti biasanya, kali ini pesannya agak panjang. Intinya, dia minta maaf atas happy ending yang kurang bagus tadi malam.

Menurut pengakuannya dalam SMS yang berturut-turut, sebelum tubuhku dibawanya ke atas tempat tidur, dia sudah merasa khawatir kalau Mbak Cilla atau Mama mengetahui kejadian itu. Dasar lelaki, Mas Bryan tidak mau melepaskan kesempatan itu begitu saja. Maka yang terjadi adalah dia buru-buru mengarahkan batang kemaluannya ke liang keperawananku. Dia masih sempat menikmati ejakulasi. Sementara aku, hanya dapat pegal dan kecewa saja. Tapi sudahlah.

Hari-hari berikutnya, kami masih sering ber-SMS ria. Isinya apalagi kalau bukan saling memancing birahi. Belajar dari film Mission Impossible, kami selalu langsung menghapus setiap pesan SMS. Bahkan, kalau sedang tiduran di samping Mbak Cilla pun, Mas Bryan sengaja menyimpan handphone-nya di bawah bantal, agar dering atau vibrasinya tidak terdengar istrinya.

Pernah suatu ketika, lewat SMS Mas Bryan memberitahu kalau dia mau main sama Mbak. Dia menantangku kalau mau mengintip permainan bola-nya. Pintu kamarnya sengaja dibuka sedikit, memberi celah bagiku menikmati permainan seru mereka. Penasaran, kuturuti tantangannya. Dan alamaak, Bryan di atas ranjang memang seperti yang kudambakan selama ini. Kakakku sampai kewalahan mengimbangi irama permainan suaminya. Dari wajahnya, terlihat mereka lemas kelelahan. Kenikmatan duniawi akhirnya mereka renggut berdua malam itu. Sementara aku hanya dapat menelan ludah.

Ada juga lucunya Mas Bryan ini. Masih dengan SMS, dia melaporkan hasil permainan dengan kakakku Cilla.Ternyata isi dalam SMS-nya adalah, Aku membayangkan tubuh Yennita ketika menindih Mbak Cilla.Gila..! Aku balas SMS itu, BUKTIKAN DENGANKU MAS, JANGAN HANYA MEMBAYANGKAN. aku mulai memancing dia lagi.

TAMAT

KISAHKU DENGAN ADIK SEPUPUKU

Namaku Kate. Aku berusia 21 tahun pada tahun 2013 ini. Kulitku tidak termasuk putih untuk seorang cewek keturunan Chinese. Rambutku lurus dengan panjang sepunggung. Tinggi badanku 161 cm dengan proporsi tubuh yang tergolong langsing. Aku memakai bra yang berukuran 34 A. Kemaluanku ditumbuhi oleh sedikit rambut yang mempermanis penampilan kemaluanku itu.

Aku sendiri kuliah di sebuah universitas swasta yang cukup terkenal di kawasan selatan Surabaya dengan mengambil jurusan Ekonomi Manajemen. Teman-temanku baik yang cewek maupun yang cowok menganggap aku sebagai seorang gadis yang menarik sebab sifatku yang cukup periang dan mudah bergaul dengan siapa saja selain karena aku sendiri memiliki paras yang cukup menarik pula walaupun aku sendiri tidak merasa demikian. Selain itu, cara berpakaianku yang terkadang sedikit nakal meninggalkan sering kesan kepada teman-teman cowokku kalau aku adalah cewek yang seksi.

Banyak teman-teman cowokku yang berusaha menjadikanku sebagai pacar mereka, tetapi sampai hari ini aku masih menolak semua sebab aku masih ingin menikmati pergaulanku dengan teman-teman cowokku tanpa ada dibatasi oleh rasa cemburu pacarku. Pada suatu sore di hari Sabtu, aku sedang chatting dengan beberapa orang yang biasanya aku kenal melalui internet.

Seperti biasanya, kegiatan ini kulakukan sambil hanya mengenakan bra dan celana dalam saja di depan komputerku sebab sering kali topik dalam pembicaraan berubah menjadi semakin menuju ke arah yang bersifat seks sehingga sedikit banyak aku sering pula hanyut dalam suasana ini. Hal yang paling aku sukai dalam chatting adalah bila lawan chattingku mulai menanyakan pakaian yang aku pakai saat itu sebab biasanya mereka akan terkejut bila aku mengatakan bahwa waktu itu aku hanya sedang mengenakan bra dan celana dalam saja.

Selanjutnya mereka akan mulai menyuruhku mendeskripsikan bra dan celana dalam yang aku pakai kepada mereka yang tentu saja kulakukan dengan senang hati. Aku sebenarnya agak bosan dengan pembicaraan yang mengajakku untuk melakukan cyber sex ataupun berhubungan seks secara langsung sehingga biasanya aku tolak dengan halus.

Bila tetap membandel, biasanya mereka langsung kuacuhkan begitu saja. Sebaliknya aku sangat berminat bila lawan chattingku menanyakan kegiatanku yang berkaitan dengan kehidupan seks yang aku jalani baik itu kesukaanku dalam berpakaian, kegiatan harianku yang berkaitan dengan seks ataupun fantasiku. Setelah beberapa saat duduk di depan komputerku, aku semakin merasa terangsang.

Aku bangkit dari kursiku dan membuka laci lemari pakaianku serta mengeluarkan sebuah vibrator mini yang merupakan mainan kesayanganku. Aku duduk kembali di depan komputerku dan menggeser celana dalamku ke samping sehingga tidak menutupi kemaluanku lagi.

Dengan sebelah tanganku, kubuka sedikit lubang kemaluanku sementara tanganku yang satu lagi memasukan kepala vibrator mini itu ke dalam lubang kemaluanku sampai terbenam seluruhnya. Pada waktu memasukan vibrator itu, ada rasa nikmat yang menjalari seluruh tubuhku.

Setelah selesai, kini terlihat dari lubang kemaluanku hanya menjuntai keluar sebuah kabel yang tidak terlalu panjang menuju ke sebuah panel kontrol yang dipergunakan untuk mengoperasikan vibrator mini itu.

Kemaluanku kututupi kembali dengan celana dalamku sementara panel kontrol vibrator mini itu kuikatkan ke paha kananku dengan menggunakan sebuah pita yang berwarna merah muda. Setelah itu, aku kembali melakukan aktifitas chatting seperti biasanya. Sambil chatting, aku mencoba mengecek email yang masuk.

Biasanya email-email yang bernada untuk mengajak berhubungan seks langsung kuhapus sedangkan mereka yang ingin berkenalan dan tanya-tanya aku layani dengan senang hati. Sebelum mengecek email, aku memutuskan untuk menyalakan vibrator miniku yang telah terpasang dalam kemaluanku dengan kecepatan getaran yang agak pelan.

Walaupun demikian, perasaan yang ditimbulkan tetap terasa nikmat sehingga beberapa kali aku salah mengetik login emailku sebelum aku dapat mengetikkan k4t3l14n@yahoo.co.id dengan benar. Saat sedang membaca email, tiba-tiba pintu kamarku terbuka. Rupanya adik sepupuku yang berusia 18 tahun masuk ke kamarku tanpa permisi ataupun mengetuk pintu dahulu.

Tentu saja adik sepupuku terperangah melihatku yang hanya memakai celana dalam dan bra saja sambil duduk di depan komputerku. Perasaanku sendiri bercampur aduk antara malu, terkejut, namun ada sedikit rasa senang karena dari tatapan mata adik sepupuku, aku melihat kalau dia sangat tertarik dengan tubuhku.

Aku mengetahui bahwa selama ini adik sepupuku ini tertarik pada diriku, namun aku sendiri tentu saja tidak menangggapinya sebab aku hanya menganggapnya sebagai adik laki-laki sendiri. Satu hal yang tidak terduga adalah kini dia melihat diriku yang setengah telanjang di depannya.

“Maaf, kak.. Aku tadi mau pinjam flash disk kakak”, katanya dengan gugup sambil terus memandang tubuhku. “Iya, bentar ya. Kakak ambil dulu”, kataku dengan sedikit canggung pula. Aku bangkit dari kursi komputerku dan menuju ke meja tulisku dengan diiringi pandangan mata yang tidak terputus dari adik sepupuku.

Tanpa terasa tubuhku agak gemetar selain karena rasa nikmat yang disebabkan getaran vibrator mini yang tertancap di dalam kemaluanku, baru kali ini aku dilihat dalam keadaan seperti ini oleh seorang laki-laki, namun anehnya aku tidak merasa ingin menutupi tubuhku dari pandangan mata adik sepupuku. Walaupun demikian, aku berharap kalau kabel mini vibrator yang menjuntai antara kemaluan dan pahaku tidak menjadi perhatian adik sepupuku ini.

Namun dari pandangan matanya ke arah selangkanganku, sepertinya dia sudah tahu kalau aku memasukkan sesuatu ke dalam kemaluanku. Setelah mengambil flash disk yang terletak di atas meja tulisku, kuberikan kepada adik sepupuku dengan tangan yang sedikit gemetar. “Ini..”, kataku singkat sambil menyerahkan flash diskku.

“Makasih, kak.. “, katanya. Kulihat tangannya juga agak gemetaran waktu menerimanya. “Tolong tutup pintunya lagi, ya..”, kataku. “Iya..”, katanya. Aku membalikkan tubuhku kembali menuju ke meja komputer untuk meneruskan kegiatan chattingku sementara pintu kamarku menutup di belakangku.

Kali ini aku agak tidak konsentrasi terhadap kegiatanku ini. Kejadian yang barusan terjadi membayang-bayangiku. Tiba-tiba timbul perasaan yang ganjil dalm diriku yaitu keinginanku untuk dirayu dan dicumbu oleh adik sepupuku. Diam-diam aku berharap dia akan melakukan hubungan seks denganku. Tampang adik sepupuku tergolong tampan dan menjadi idola di sekolahnya. Dalam pikiranku waktu itu , aku merasa tidak terlalu buruk untuk melakukan hubungan seks sekali dua kali dengan dirinya.

Pikiranku itu terus berkecamuk dalam kepalaku dan membuatku tidak berminat untuk meneruskan kegiatan chattingku lagi. Aku bangkit dari meja komputerku dan membaringku tubuhku yang masih terbalut bra dan celana dalam saja di atas tempat tidurku.

Kunaikkan kekuatan getaran vibtaror miniku yang dari tadi menggetari lubang kemaluanku. Sensasi yang dihasilkan oleh getaran vibrator mini yang semakin kuat ini membuat diriku semakin terangsang. Aku mulai menyelinapkan tanganku ke balik braku dan meremas-remas kedua payudaraku sendiri sambil sesekali merangsang puting payudaraku.

Setelah agak lama aku merangsang diriku sendiri, aku akhirnya merasakan orgasme yang sangat dasyat. Kedua tanganku meremas kedua payudaraku kuat-kuat sedangkan kakiku mengesek-gesek seprai tempat tidur sampai akhirnya aku merasakan orgasme dengan sempurna. Aku semakin tidak dapat menahan nafsu birahiku. Kulepaskan kaitan braku lalu kuloloskan tali bahunya melalui kedua lenganku. Kini kedua payudaraku menjadi terbuka dan leluasa untuk kumain-mainkan.

Kuloloskan pula celana dalamku sehingga kali ini aku berada dalam keadaan telanjang bulat. Satu-satunya benda yang masih melekat di badanku adalah vibrator miniku yang dari tadi menancap di lubang kemaluanku. Kulepaskan panel kontrol vibrator miniku dari ikatan di pahaku dan mengatur getarannya semakin kuat.

Kali ini aku merasakan semakin nikmat. Mataku setengah terpejam dan nafasku mendesah-desah karena menahan perasaan nikmat yang terus membanjiri tubuhku melalui lubang kemaluanku. Tubuhku menggeliat-geliat di atas tempat tidurku. Sesekali kedua tanganku meremas-remas payudaraku sendiri.

Lama sekali aku merasakan kenikmatan ini. Beberapa orgasme kulalui dengan diiringi teriakan-teriakan kecil. Akhirnya aku mengambil panel kontrol vibrator miniku dan mematikan getarannya. Aku tetap berbaring di tempat tidur untuk menenangkan nafsu birahi dan nafasku yang memburu.

Keringatku yang membasahi tubuhku kulap dengan selimut. Tidak sadar akhirnya aku jatuh tertidur dalam keadaan telanjang bulat sementara celana dalam dan braku berserakan di atas tempat tidur di sekitarku. Entah berapa lama aku tertidur, namun antara setengah sadar, aku merasakan ada seseorang yang membuka pintu kamarku.

Sosok itu kemudian berjingkat-jingkat menghampiri diriku yang ada di atas tempat tidur dan duduk di sebelahku. Aku sendiri belum sepenuhnya sadar dari tidurku sehingga aku masih mengira kalau aku bermimpi. Sosok itu kemudian meletakan tangannya di atas dadaku dan mulai memain-mainkan payudaraku. Payudaraku dibelai-belai diremas-remas dengan lembut. Sesekali putingku dimain-mainkan.

Bila aku melakukan sedikit gerakan, maka gerakan tangan sosok itu juga berhenti, sebaliknya jika aku diam, maka sosok itu kembali memain-mainkan kedua payudaraku. Setelah beberapa saat, sosok itu mengalihkan tangannya ke arah selangkanganku. Kurasakan jari-jarinya menyentuh kemaluanku dan kemudian memainkan biji itilku.

Aku sendiri sangat menikmati perlakuan ini dan mulai mendesah-desah pelan. Terasa bahwa cairan kewanitaanku mengalir membasahi kemaluanku. Sesaat sosok itu menghentikan permainannya di kemaluanku, namun sewaktu melihat reaksiku tidak lebih dari mendesah-desah saja, maka sosok itu terus memainkan biji itil kemaluanku.

Sambil memainkan biji itilku, kali ini sosok itu mendekatkan kepalanya ke arah dadaku dan menciumi kedua payudaraku. Secara tidak sadar, kedua tanganku merangkul kepalanya dan membelai-belai rambut sosok itu sambil menahan kepala itu agar tidak lepas dari kedua payudaraku. Birahiku kembali membara. Aku tidak peduli dengan identitas sosok itu. Aku hanya peduli sosok itu memberikan kenikmatan yang luar biasa bagiku.

Merasakan reaksiku yang demikian, sosok itu semakin berani mencumbuku. Beberapa kali ciumannya diarahkan ke leher dan kemudian di bibirku. Saat bibir kami bertemu, aku membuka mataku dan melihat bahwa ternyata sosok itu adalah adik sepupuku sendiri. Dengan sedikit kaget, aku mendorong dirinya agar menjauh dariku. Kulihat dia juga sedang dalam keadaan telanjang bulat. Batang kejantanannya berdiri dengan gagahnya. Aku menjadi agak bernafsu juga pada saat melihatnya.

“Kak, maafkan aku.. “, katanya dengan nada takut. Aku segera menguasai diriku dan menarik nafas lalu berkata dengan lembut, “Ngak apa-apa. Teruskan saja..” Sesaat dia terlihat agak ragu, namun segera saja kuraih kepalanya lalu kucium bibirnya. Melihat reaksiku yang demikian, adik sepupuku kembali meraih kedua payudaraku dan memainkannya kembali.

Dengan sebelah tanganku, kuarahkan tangan kanannya ke arah selangkanganku sebagai tanda bahwa aku ingin dia memain-mainkan biji itil kemaluanku lagi. Kali ini adik sepupuku sudah tidak takut lagi, dia mulai mencumbuku dengan mesra.

Beberapa saat lamanya kami bercumbu sebelum akhirnya dia melepaskan cumbuannya. “Kak, aku ingin mencium memekmu..”, katanya. “Lakukan apa saja yang kam mau.

Ngak usah minta ijinku”, kataku. Adik sepupuku membaringkan tubuhku di atas tempat tidur lalu membalikan tubuhnya di atasku sehingga kami berada dalam posisi 69. Aku mengerti keinginannya. Rupanya dia ingin batang kejantanannya dikulum olehku sementara dia sendiri menjilati kemaluanku. Kuraih batang kejantanannya dengan tanganku dan kumasukan ke dalam mulutku.

Sesaat kemudian kurasakan bibir dan lidahnya mendarat di kemaluanku dan kami memulai permainan kami berikutnya. Jilatan demi jilatan terus kurasakan menjalari kemaluanku sembari memberikan rasa nikmat yang luar biasa sementara aku sendiri sibuk memainkan batang kejantanan adik sepupuku dengan mulutku. Setelah beberapa saat lamanya, kami melepaskan posisi kami. Aku tetap berbaring sementara adik sepupuku memutar badannya kembali menghadapkan wajahnya padaku. Birahiku membuatku kali ini meraih batang kejantanannya dan mengarahkannya ke lubang kemaluanku.

Setelah kurasakan kepala batang kejantananya ada di depan lubang kemaluanku, aku berkata kepadanya, “Lakukanlah.. “ Dengan sebuah hentakan lembut pinggul adik sepupuku, batang kejantanannya menghujam masuk ke dalam lubang kemaluanku. Aku berteriak tertahan karena merasakan nikmatnya batang kejantanan adik sepupuku saat memasuki lubang kemaluanku. Adik sepupuku kemudian menggerak-gerakan pinggulnya untuk menusuk-nusuk lubang kemaluanku. Kami kembali berciuman dengan bibir kami sementara tangan kanan adik sepupuku menggerayangi payudara kiriku.

Nikmat yang kali ini aku rasakan sungguh berbeda dengan menggunakan vibrator miniku. Ini adalah kenikamatan seks yang sejati. Aku mendesah-desah terus dengan nikmat. Keringat membanjiri tubuh kami. Sesekali adik sepupuku juga mendesah-desah. Pada saat mengalam orgasme, aku berteriak kecil sambil tanganku meremas lengan adik sepupuku. Setelah beberapa kali aku mengalami orgasme, kali ini adik sepupuku yang akan mengalami orgasme.

“Kak, aku mau keluar..”, katanya terengah-engah karena masih terus menyetubuhiku. “Ngak apa-apa. Keluarkan aja. Kakak ngak lagi subur”, kataku pula sambil menahan rasa nikmat yang luar biasa. Tak lama kemudian, aku merasakan semprotan cairan sperma adik sepupuku di dalam lubang kemaluanku sementara adik sepupuku berteriak karena mencapai orgasme. Setelah itu, adik sepupuku terkulai lemas di atas tubuhku dan kupeluk sambil kubelai-belai rambutnya. “Enak ya ?”, tanyaku.

“Enak sekali, kak..”, katanya. Setelah berbaring sebentar di atas tubuhku, adik sepupuku berhasil mengumpulkan sedikit kekuatannya lalu mencabut batang kejantanannya dari lubang kemaluanku. Cairan sperma yang masuk ke dalam rahimku kembali keluar sebagian melalui lubang kemaluanku. Dengan tanganku kutampung lelehan cairan sperma itu. Setelah itu, kemaluanku kuseka begitu saja dengan tanganku agar bersih dari cairan sperma.

Cairan sperma yang ada di tanganku kemudian kumasukan ke dalam mulut dan kulijati jari-jari tanganku yang blepotan cairan sperma itu sampai bersih. Ternyata minum cairan sperma itu menyenangkan juga. Sementara aku melakukan itu, adik sepupuku telah kembali ke kamar tidurnya. Aku tidak peduli dengan hal itu. Aku merasa sangat capek dan sekali lagi jatuh tertidur dalam keadaan telanjang.

Sejak hari itu, hubunganku dengan adik sepupuku dalam keseharian menjadi canggung, bahkan bisa dikatakan jarang bertegur sapa. Walaupun demikian, adik sepupuku masih sering kali masuk ke dalam kamarku hanya untuk melakukan hubungan seks denganku. Di luar kamar kami terasa asing, namun kami sangat dekat di atas tempat tidurku.

Tamat

TETANGGAKU PEMUAS NAFSUKU

Aku sudah punya suami tapi tidak puas dalam hubungan seksual. Karena barang suamiku kecil dan pendek. Selain itu kalau main sebentar. Aku sering membayangkan kalau sekiranya disetubuhi oleh laki-laki yang barangnya gede, tentu nikmat sekali. Teman saya suka cerita pada saya bahwa suaminya kuat sekali dalam seks. Kebetulan suaminya orang Arab. Katanya, kalau main ia kerasa nyilu dan kesemutan di vaginanya. Sejak itu aku sering membayangkan suami temanku. Karena orangnya tinggi besar, dadanya berbulu tebal.

Pada suatu hari aku main ke rumah temanku itu. Katakan saja namanya Linda, dan nama suaminya Mansur. Pak Mansur buka pijat refleksi. Selain itu ia suka olah raga. Ketika aku sampai di rumahnya ia sedang berolah raga. Dan aku ngobrol dengan Linda sahabat karibku. Aku datang ingin membuktikan cerita Linda, apa benar barang suaminya gede. Tak lama kemudian, ia datang dengan memakai celana olah raga yang cukup tipis. Ia duduk di depanku. Sambil aku minum teh aku ngelirik sedikit ke bagian selangkangannya, tapi karena ada Linda aku tak lama-lama ngeliriknya. Tidak lama Linda pergi untuk menyiapkan sarapan pagi. Tinggallah aku berdua dengan suaminya ngobrol. Kesempatan aku untuk melirik agak lama. Astaga, beneran omongan Linda, nampak menonjol di celananya tonjolan besar dan panjang. Aku berkata dalam hatiku, bagaimana kalau itu ngaceng dan telanjang. Pantesan kalau Linda main, katanya, sampai sambat-sambat.

Sejak itu aku suka membayangkan penis suami teman saya yang Arab itu. Setiap aku main sama suamiku aku membayangkan barang pak Mansur yang besar dan panjang itu. Karena barangnya suami tidak keras secara maksimal aku menyarankan diurut refleksi oleh Pak Mansur. Suamiku sangat setuju, ia minta di datangkan ke rumah. Suami kenal baik dengan Pak Mansur. Kemudian mulai suaminya saya diurut oleh Pak Mansur kira-kira jam 8 malam. Aku berada di sebelah suamiku yang sedang diurut itu. Kesempatan bagiku untuk melihat benjolan di selangkangan Pak Mansur.

Sekarang aku cari alasan supaya aku diizinkan diurut oleh Pak Mansur. Dengan alasan yang tepat aku diizinkan. Setelah suamiku diurut giliran aku sekarang diurut. Karena suami tidak tahan, ia pergi mandi. Tinggallah sekarang aku berdua dengan Pak Mansur. Ia mulai ngurut dari betisku yang mulus. Aku bertanya dalam hati, apakah Pak Mansur tidak terangsang melihat betis dan pahaku yang mulus itu.

Kemudian ia mulai menyingkap rokku sehingga nampaklah padanya pahaku yang mulus. Ia berkata padaku, “Ibu harus sering diurut refleksi, seminggu sekali, karena ibu punya gejala darah tinggi. Tapi minggu depan kalau bisa jangan pakai rok, pakai sarung saja, supaya mudah ngurutnya di bagian ujung paha dan pinggulnya. Itu kalau suami ibu setuju.”

“Suamiku pasti setuju, kalau memang itu bisa menyembuhkan, apalagi ia sudah percaya sama bapak,” balasku.

Dan suamiku ternyata mengizinkan apa yang disarankan oleh Pak Mansur.

Minggu depannya ia datang lagi, suamiku giliran pertama yang diurut. Setelah selesai baru sekarang giliran aku. Aku ganti pakaian dengan sarung, lalu tengkurep. Hatiku mulai dak-dik-duk tidak karuan. Ketika ia mengurut betis kiriku, kaki kananku kumasukkan pelan ke selangkangan Pak Mansur sambil kugerak-gerakkan pelan-pelan. Terasa barang Pak Mansur bergerak-gerak mulai ngaceng. Terasa benar di kakiku kalau barang Pak Mansur besar sekali.

Tidak lama kemudian suamiku pamit ke Pak Mansur untuk keluar beli rokok karena rokoknya habis.

Pak Mansur menjawab “Ya, Pak”. Ucapannya yang halus dan lembut membuat suamiku tambah percaya. Pak Mansur mulai berani menyingkap sarungku sampai ke pangkal paha. Ia mengurutku sampai ke pangkal paha.

“Aduh,” kataku ketika jari-jarinya mengenai bibir vaginaku.

“Sakit bu?” tanya Pak Mansur.

“Tidak,” sahutku.

Mulailah ia mengurut agak berani di bagian pangkal pahaku sambil mengelus-ngelusnya, dan aku semakin tidak tidak tahan, dan mulai terangsang.

Pak Mansur paham dengan suara rangsanganku. Ia menyuruhku berbalik telentang sehingga ia dapat melihat pemandangan yang menggairahkan. Ia menyingkap lagi sarung sampai ke pangkal paha sampai kelihatan CD-ku. Ia mulai menggerak-gerakkan jarinya ke bibir vaginaku. Aku semakin tidak tahan. Ia semakin memasukkan jarinya semakin dalam hingga mengenai lobang vaginaku dan mendorongnya pelan-pelan, tapi tidak berhasil, karena lobang vaginaku peret. Ia menyopotnya dan memasukkan ke mulutnya sambil diludahi kemudian ia masukkan kembali. Kini baru jari Pak Mansur masuk le lobang vaginaku. Aku menggelinjang kenikmatan. Sayang sekali kenikmatan itu terhenti, karena suamiku datang dari membeli rokok. Walaupun demikian, sebelum suamiku tiba di kamar, kami berdua saling menatap dalam-dalam sambil saling tersenyum. Sekarang kami berdua sudah saling mengerti keinginan masing-masing dan tak malu-malu lagi. Tinggal menunggu kesempatan lain yang lebih baik saja….

Mingggu depannya Pak Mansur datang lagi. Kemudian mengurut suamiku. Tidak lama kemudian telepon berdering, aku yang menerimanya. Teman bisnis suamiku minta agar suamiku datang ke rumahnya untuk membicarakan bisnis yang sangat penting dan menguntungkan. Aku sampaikan hal itu pada suamiku. Ia bilang bahwa ia akan datang setelah diurut.

Hati dak-dik-duk, apakah suamiku mengizinkanku diurut tanpa ada dia karena akan pergi ke rumah rekan bisnisnya yang cukup jauh dari rumahku.

Setelah suamiku selesai diurut, aku bertanya, “Pak, bagaimana kalau aku tidak usah diurut saja, ya.”

“Tidak apa-apa, diurut saja, aku sudah percaya, kok sama Pak Mansur. Ia orangnya baik.”

Setelah mandi suamiku berangkat menuju ke rumah rekannya. Tinggallah aku berduaan dengan Pak Mansur malam-malam sekitar setengah sepuluh. Hatiku dak-dik-duk, aku akan merasakan penis orang Arab malam ini, kataku dalam hati.

Aku tengkurep. Pak Mansur langsung menyingkap sarung sampai ke pangkal pahaku. Rupanya ia sudah tidak tahan ingin merasakan lobang vaginaku yang kecil. Aku orangnya ramping, tinggi 155 cm. Seangkan Pak Mansur tinggi besar, dan dadanya berbulu tebal. Ia langsung menyingkap CD-ku dan memainkan bibir vaginaku, kemudian CD-ku dipelorotin. Sekarang nampaklah vaginaku, ia meludahi lobang vaginaku dicampur dengan minyak.

Aduh, sekarang aku benar-benar tidak tahan, ingin segera dimasuki barangnya. Ia membuka sarungku, BH-ku dan kausku. Kini aku telanjang bulat. Dan ia mulai membuka celananya, kaos. Aku melirik ingin tahu seperti apa barangnya. Begitu ia membuka celana dalamnya, astaga… penis Pak Mansur benar-benar besar dan panjang, ngaceng tegak, seperti barangnya kuda.

Aku takut bercampur ingin merasakan. Aku takut robek, dan jebol lobang rahimku, bercampur ingin merasakan puncak kenikmatan. Ia mulai mengangkangkan lebar-lebar pahaku. Ia mengarahkan penisnya yang besar, panjang dan keras ke lobang vaginaku. Ia menekankan barangnya. Aku berteriak kecil, “Aduuuh… sakit, Pak.”

“Ditahan, Bu. Nanti akan hilang rasa sakitnya berganti kenikmatan yang luar biasa.”

Penis Pak Mansur kurang lebih panjangnya 20 cm dan ukurannya besar sekali, seperti barangnya kuda. Ia menekan barangnya sampai tiga kali tapi tidak bisa masuk juga, saking besarnya. Ia sudah tidak tahan, nafsunya membara. Ia meludahi lobang vaginaku banyak sekali sampai meleleh ke pantatku, dicampur dengan minyak. Barang Pak Mansur pun dilumati minyak dicampur ludah biar licin.

Kemudian ia mengarahkan kembali penisnya ke lobang vaginaku dan menekannya. Aku berteriak sambil menggigit bibirku. Tapi Pak Mansur semakin keras menekannya. Setelah bersusah payah, akhirnya penisnya berhasil masuk juga. Ia menancapkan semuanya. Ia menindihku sampil menciumi dan mengecup bibirku dengan gagar. Ia mulai menggenjotku dengan ganasnya. Sampai terdengar bunyi dari lobang vaginaku… Cprot… Cprot… Sambil memelukku gemes bercampur ganar. Tubuhku yang ramping ditekuk-tekuk sambil digenjot. Sekarang aku mulai merasakan kenikmatan yang luar biasa. Ia mengenjot lobang vaginaku lama sekali. Aku disetubuhi 3 ronde sampai terasa lemas seluruh tubuhku. Aku melihat sudah jam 1 malam. Berarti kami telah bermain selama 3 jam setengah. Waduuh… nikmatnya luar biasa….

Sayang, kami tak bisa melanjutkannya semalam suntuk. Kami harus segera berbenah supaya tak kepergok suamiku yang sebentar lagi akan kembali. Tapi aku puas sekali dengan persetubuhan kami malam ini…

Tamat

NIKMATNYA KEPERAWANAN MONIC

Cerita ini terjadi sewaktu aku masih kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta yang terkenal di Jakarta, berawal dari chatting di internet disebuah warnet dekat kampus, aku untuk pertama kalinya kenalan sama seorang cewek yang bernama Monic.

Pertama minta nomor telepon selanjutnya kami sering chatting dan akhirnya kami janjian untuk bertemu, aku atur waktu dan hari yang memang bagus. Hari itu malam minggu, sekitar jam 07.00 malam di Blok M Mall, ternyata dia cewek perfect untuk semua laki-laki yang melihatnya. Semua cowok yang ada di situ semua meliriknya, tingginya sekitar 168-172 cm, rambutnya hitam panjang sebahu, ukurannya 36B, pokoknya siip lah. Kami akhirnya ambil keputusan untuk nonton, dia pilih film "Sweet November", aku sih ok saja. Di dalam aku tidak berani ngapa-ngapain, soalnya baru kenal takut, dibilang kurang ajar. Tapi aku beranikan untuk mulai menyentuh tangannya, ternyata dia diam saja, malah membalas meremas jari-jariku dengan tangannya yang lembut yang ditumbuhi bulu-bulu yang.. enak untuk disentuh. Hanya itu yang baru kulakukan.AC Terus kami makan, diperjalanan kugenggam tangannya, dia pun sepertinya tidak menolak bahkan kadang-kadang merangkulku sampai aku rasakan buah dadanya yang montok memijat-mijat bagian belakangku. Setelah itu aku mengantarnya pulang, rumahnya di daerah Menteng, ternyata dia anak orang tajir. Sesampainya di rumah dia meneleponku, dia mengajakku ke villa-nya yang berada di daerah puncak kepunyaan orang tuannya, (maklum anak orang kaya). Dia anak ke-3 dari 3 bersaudara.

Pas waktu itu aku libur semester, jadi ya Ok saja. Berangkatlah aku ke villanya. Pakaiannya, wow.. sexy sekali, buah dadanya yang ranum itu kelihatan ingin loncat keluar dari sarangnya yang ditutupi BH warna hitam. Sesampainya di sana kami langsung berenang, ternyata dia mempunyai tubuh yang benar-benar luar biasa, kulitnya putih, yang membuat darahku bergejolak kencang. Dari situlah petualanganku dimulai, kami terus berenang. Sampai pada suatu saat dia terpeleset sewaktu ingin naik, kutangkap dia, tanpa kusengaja aku pegang salah satu dari payudaranya yang kenyal itu. Aku minta maaf karena tidak sengaja kupegang tapi dia malah tersenyum bahkan sepertinya tidak ingin pernah mau kulepaskan, dia terus memandangku sampai akhirnya kukecup bibirnya yang seksi dan mungil itu, dia membalas dengan mesra. Kami terus bercumbu di dalam air, sampai-sampai penisku mulai menegang, tanganku terus merayap sampai ke buah dadanya, kuremas bergantian, sedangkan tanganku yang lain memegangi tubuhnya yang tak mau dilepaskan.

"To.. jangan lepaskan tanganmu ya.." kata Monic sambil tangannya sesekali memegangi penisku, dielusnya, setelah itu dia bilang, "Udah dulu ya, aku kedinginan nih, kita lanjutkan nanti ya.." Kugendong dia menuju kamar mandi yang tak jauh dari situ. Malam itu memang benar-benar dingin. Setelah makan malam kami langsung ke tempat tidur masing-masing. Aku membayangkan dia sedang ada di sebelahku tanpa busana, lamunanku serentak pudar setelah Monic mengetuk pintu. "To, kamu udah tidur belum?" sahutnya. "Belum," jawabku, "Masuk aja tidak ditutup kok!" Dia memakai pakaian tidur yang transparan. Kulihat gunung kembarnya karena tidak mengenakan BH, sampai terlihat putingnya yang merah kehitam-hitaman.

"Kamu lagi ngapain To? Belum tidur..?"
"Belum," jawabku, aku balik bertanya,
"Kamu ngapain ke sini? kok kamu belum tidur?"
Dia menjawab, "Takut tidur sendiri, lagian dingin. Boleh nggak aku tidur sama kamu, habisnya aku takut kalau tidur sendiri," memancingku.
"Boleh aja," sahutku.

Tiba-tiba dia langsung mendekatiku dan duduk di sampingku, terus terang hatiku jadi dag dig dug, apalagi tiba-tiba dia memegang tanganku, entah faktor udara yang semakin dingin atau aku terbuai angan-angan. Kucium bibirnya seperti yang kulakukan di kolam renang, dia balik mencium bahkan kali ini dia membalasnya dengan nafsu. Kukulum bibirnya dan kumainkan lidahku ke dalam mulutnya sambil kuremas buah dadanya, kali ini dengan kedua tanganku kuremas dan terus kuremas, lalu aku mulai menjilati buah dadanya dan kukulum putingnya yang mulai mengeras. Karena terangsang, kubuka seluruh pakaiannya juga CD-nya yang berwarna merah jambu. Baru kali ini kulihat tubuh wanita yang benar-benar telanjang bulat. Kulihat di sana ada rambut halus yang menutupi liang vaginannya, begitu mungil vaginanya berwarna kemerahan, begitu indah, belum lagi lekuk tubuhnya yang begitu menggiurkan, ditambah buah dadanya yang membusung padat berisi.

Sejenak aku terpana, lalu ia mulai membuka pakaianku satu persatu sampai CD-ku dibukannya, langsung keluarlah "terpedo"-ku yang kira-kira 17 cm, dia langsung mengocoknya sambil menghisap senjataku itu berulang-ulang. "Aah.. uh.. terus Mon.. terus.." Nikmat rasanya, aku tidak ingin kalah, langsung saja aku ke bagian bawah ketempat yang indah itu. Aku mulai membuka lebar-lebar kedua kakinya dan langsung kujilati vaginanya dan klitorisnya, dia mengerang, "Oh.. ah.. uh.." sambil menarik rambutku. Sepertinya dia menikmatinya, kami melakukannya berbalikan, aku menjilati vaginanya sedangkan dia terus menghisap senjataku, "Oh.. yes.. oh.. yeh.." desahannya terus kurasakan, sampai suatu saat kubalikkan badannya, lalu aku mulai memasukkan penisku yang mulai menegang keras ke dalam vaginannya yang masih sempit itu. Monic merintih, "Ah.. ah.." sepertinya jeritan keperawanan yang kurasakan. Lalu mulai kumasukkan, "Blesep.. blesep.." Agak sedikit susah memang tapi terus kupaksakan, akhirnya penisku seluruhnya masuk ke liang vaginannya. Dia langsung memelukku dengan kencang.

Aku semakin semangat, kugenjot dan kupercepat penisku keluar-masuk, "Slep.. slep.." kuangkat pantatnya sambil kuremas payudaranya berulang-ulang, kurasakan vaginanya mulai mengeluarkan cairan, sepertinya sudah mulai mencapai orgasme. Kupercepat gerakanku maju-mundur dengan cepat, sampai kurasakan ada sesuatu yang mau keluar dari penisku, kutarik dari lubang vaginanya dan kusodorkan ke mulutnya, langsung Monic mengulumnya, "Mon.. oh.. ach.." Setelah itu langsung penisku memuncratkan sperma yang membasahi sekitar wajahnya, "Crot.. crot.. crot.." langsung kucium dia. Dia menjilati sebagian spermaku yang masih tersisa di mulutnya sampai habis. Kami berdua berpelukan sejenak sampai akhirnya Monic tertidur di pelukanku sampai pagi dalam keadaan masih telanjang bulat.

Aku terbangun lebih dulu dan langsung pergi ke kamar mandi. Tak lama kemudian Monic menyusul ke kamar mandi dan kami mandi berdua, aku menyabuni tubuhnya yang indah itu. Aku lama menyabuni di sekitar payudaranya, lama sekali, dan sesekali kuelus dan kumasukkan jariku ke dalam vaginanya. Monic juga tak mau kalah, dia menyabuniku lama sekali di penisku sambil terus mengocok-ngocok penisku yang mulai tegang dan menghisapnya dengan lembut sampai kurasakan nikmat sekali. Kali ini kumasukkan penisku ke vaginannya dengan berdiri sambil kugendong dan kutempelkan ke dinding kamar mandi. Kuangkat pantatnya dan terus kugenjot dan kudorong penisku ke vaginannya, Monic merintih, "Terus To.. terus.." Dia kali ini benar-benar menikmatinya, lalu kukeluarkan penisku dan Monic langsung mengocoknya dengan cepat, sesekali menghisapnya, "Slep.. slep.." seperti makan es krim.

Tak lama kemudian, "Crot.. crot.. crot.." sebagian langsung tertelan ke mulutnya dia terus menghisapnya sampai aku lemas dibuatnya. Setelah itu kami mengeringkan badan, dan masuk ke kamar berpakaian aku mendekatinya, kuucapkan.. "Terima kasih sayang, enak sekali tadi," dia juga bilang, "Terima kasih juga ya.. aku puas dan tidak menyesal memberikan semuanya padamu To.." sambil kucium keningnya dan bibirnya tanda sayangku, dia langsung memelukku dengan manjanya, maklum anak bungsu.

Setelah itu kami mengepak barang untuk pulang ke Jakarta. Sesampainnya di rumahnya kucium dia dengan mesra dan Monic membalasnya lama sekali. Kami bercumbu di depan rumahnya yang kelihatan masih sepi. Aku langsung pulang dengan membawa kenikmatan yang baru kali ini kurasakan dengan seorang gadis cantik dan masih perawan.

TAMAT

GURUKU SEX KILLER

Namaku Indra. Sudah hampir sebulan bulan ini aku menjadi budak seks ibu Anna, Ibu guru biologi di sekolahku. Dengan bermodalkan foto-foto diriku ,dia membuatku menuruti semua perintahnya.

Setiap harinya kecuali hari rabu dimana ibu Anna mengajar praktikum biologi, aku diharuskan datang ke rumahnya, tidak boleh lewat dari jam satu siang. Jam pulang sekolah adalah jam 12:30, namun karena jarak rumah ibu Anna yang tidak terlalu jauh (10 menit perjalanan dengan kendaraan umum) maka itu aku masih sempat untuk makan siang dahulu di kantin. Walaupun tak urung seorang teman dekatku mulai mencurigai kegiatanku. Karena memang tidak biasanya aku selalu bergegas pergi setelah pulang sekolah. Biasanya aku menghabiskan waktu di sekolahan dengan teman-temanku untuk sekedar ngobrol sambil makan roti bakar atau juga bermain basket sampai sore.

Dengan sebuah kebohongan yang diikuti kebohongan lainnya aku untuk sementara dapat meloloskan diri dari kecurigaannya. Di rumah ibu Anna sudah banyak pekerjaan yang menantiku. Sesudah mencuci piring-piring kotor, kemudian aku mencuci pakaian-pakaiannya dengan mesin cuci, sesudah itu baru aku terakhir menyapu dan mengepel lantai. Pada awalnya pekerjaan itu menghabiskan waktu selama satu jam, kini setelah terbiasa, aku dapat mengerjakannya dalam waktu 30 menit. Ibu Anna sendiri biasanya datang pada jam sekitar jam 01:30-02:00 siang.

Ibu Anna pernah memberikan larangan masuk ke kamarnya jika dia belum datang, namun suatu hari aku pernah memberanikan diri untuk masuk ke kamarnya untuk mencari foto-foto diriku yang kuperkirakan disembunyikannya di suatu tempat di kamarnya. Dengan cepat aku memeriksa dengan seksama kamar itu mencari dimana kira-kira foto-foto itu disembunyikan. Akhirnya aku menemukan satu laci lemarinya yang terkunci. Sesudah mencari beberapa saat, akhirnya aku temukan kuncinya di bawah tumpukan buku.

Namun ketika kubuka laci itu yang kutemukan adalah kumpulan vCD porno yang semuanya kira-kira berjumlah 30 buah dan juga beberapa majalah porno keluaran luar negri. Mau tidak mau aku terkagum-kagum dengan koleksinya. Temanku Agus yang dikenal sebagai "raja bokep" di sekolahku saja tidak mempunyai koleksi sebanyak ini. Setelah kuperhatikan semua vCD dan juga buku-buku pornonya bertema perbudakan kaum pria oleh wanita. Di cover-cover vCD terlihat gambar pria yang disiksa dengan sadis. Beberapa pernah kualami sendiri, namun banyak yang memperlihatkan penyiksaan yang lebih menyakitkan dari pada yang kualami selama ini.

Di salah satu cover vCD yang tampaknya keluaran Jepang aku melihat seorang pria yang di gantung terbalik kemudian disekelilingnya ada 5 wanita yang mencambukinya. Dapat kulihat expressi kesakitannya dan juga bekas-bekas pukulan yang sebelumnya mendarat di tubuhnya. Dalam hatiku berharap ibu Anna tidak tergoda untuk memperlakukan diriku seperti demikian. Dan entah kenapa ada keinginan dalam diriku untuk melihat-lihat yang lain, namun segera saja kuurungkan niatku ketika aku melihat sudah hampir jam setengah dua. Dengan segera aku mengunci laci itu dan meletakkan kuncinya pada tempat sebelumnya. Yah memang hari itu aku sedang beruntung, karena jika terlambat satu menit saja ibu Anna bisa memergokiku yang sedang menggeledah kamarnya.

Sesudah datang biasanya ibu Anna langsung masuk ke kamarnya, dan tanpa diperintah lagi aku mengikutinya masuk. Disana sudah menunggu tugas "kebersihan" lainnya. Ibu Anna dengan santai berbaring di ranjangnya sedangkan aku dengan perlahan melepaskan sepatu hak tingginya lalu mejilati kedua telapak kakinya dengan lidahku sampai bersih. Maksudku benar-benar bersih, ibu Anna tidak mau ada bagian yang terlewat sedikitpun, termasuk disela-sela jarinya. Setelah itu, dia akan memberiku isyarat untuk melepaskan rok yang dikenakannya, sedangkan untuk membuka celana dalam yang dikenakannya aku tidak diperbolehkan menggunakan tanganku, melainkan hanya menggunakan mulutku.

Pada awalnya aku kesulitan dengan tugas satu itu, baru sesudah kulakukan berulang kali aku mulai bisa melakukannya dengan mudah. Sesudah itu vaginanya yang lembab akibat keringat setelah bekerja mengajar seharian, kukecup dengan lembut berulang kali, sesuai dengan yang di ajarkannya padaku. Setelah beberapa kali mendapat petunjuknya, kini bisa dibilang ibu Anna sudah cukup puas dengan keahlianku, sehingga dia hanya berdiam diri saja memperhatikanku mengerjakan pekerjaan rutinku, atau biasanya dia dengan santai menonton film porno yang sebelumnya disetelnya. Sedangkan aku masih terus mencium dan menjilati vaginanya sampai ibu Anna menyuruhku berhenti. Pernah suatu kali aku melakukannya selama hampir satu jam. Akibatnya lidahku menjadi sakit dan kelu. Sedangkan rahangku hampir copot rasanya.

Suatu kali, tanpa terduga ibu Anna memperbolehkanku untuk memasukkan penisku ke vaginanya. Tentu saja aku kegirangan mendapat kesempatan ini. Selama aku mengerjakan pekerjaanku mengoral vaginanya tentu saja aku merasa terangsang, hanya saja biasanya setelah ibu Anna puas dengan pekerjaanku dia kemudian menggunakan vibrator (penis buatan) untuk memuaskan nafsunya yang sudah memuncak. Sedangkan diriku hanya dapat dengan iri melihat vibrator itu melaksanakan tugasnya. Sesudah selesai, barulah ibu Anna menyuruhku pulang. Baru di rumah aku menyalurkan nafsuku dengan mansturbasi. Karena itu kesempatan yang kali ini kudapat tidak akan kusia-siakan begitu saja. Sedangkan ibu Anna sudah siap dengan posisi menungging. Dengan hati-hati aku mencoba untuk memasukkan penisku yang tegang ke dalam vaginannya. Secara perlahan aku melihat penisku masuk ke dalam lubang vaginannya, yang sebelumnya sudah kujilati sampai basah sekali.

"Kontol kamu kecil" kata ibu Anna dengan nada mengejek.

Panas juga hatiku mendengar perkataannya. Memang ketika sedang berada di rumah, ibu Anna seperti orang yang berbeda dengan ibu Anna yang mengajar biologi di sekolah yang biasa berkata-kata dengan sopan dan santun. Disini dia adalah wanita berumur 30 tahun dengan dengan birahi yang tidak kunjung terpuaskan. Sesudah seluruh batang penisku terbenam dalam liang vaginanya barulah aku mencoba menggerakannya perlahan. Yang terjadi selanjutnya adalah ketika baru 3 kali aku memompa penisku di dalam vaginanya aku sudah tidak dapat menahannya lagi.

"Keluarin!" bentak ibu Anna dengan tiba-tiba setelah dia menyadari aku sudah hampir orgasme.

Bersamaan dengan keluarnya penisku, aku mengalami orgasme dahsyat. Spermaku menyembur mengenai tepat di lubang anusnya yang kemudian turun ke masuk ke lubang vaginanya dan menetes-netes ke sprei. Sedangkan aku dengan terengah-engah kenikmatan mengocok-ngocok batang penisku sehingga makin banyak menumpahkan sperma ke lubang anusnya. Melihat keadaanku, secara spontan ibu Anna tertawa terbahak-bahak.

"Baru kali ini saya ketemu cowok yang kontolnya nggak ada gunanya kayak punya kamu itu" katanya mengejekku.

Tentu saja ketika itu harga diriku sebagai lelaki terusik mendengar ejekannya. Dengan menggenggam batang penisku yang masih tegang aku mencoba memasukannya kembali ke lubang vaginanya.

Zlebb..

Dengan mudah batang penisku masuk ke dalam liang vaginanya yang masih basah.

"Apa-apaan kamu! Keluarin kontol kamu itu" tiba-tiba ibu Anna membentakku dengan keras.

Dengan tergesa-gesa aku menarik batang penisku yang baru saja terbenam dalam liang vaginanya. Dan tanpa bisa kutahan kembali aku mengalami ejakulasi. Dengan tubuh gemetar menahan nikmat, aku mengocok penisku dengan cepat sehingga banyak sperma yang tumpah dan jatuh di telapak kakinya. Sementara ibu Anna menatapku dengan pandangan jijik, seakan-akan aku ini adalah gundukan sampah yang menyerupai manusia.

"Heh kontol! Kamu harus membersihkan ini semua" bentaknya.
"Maaf bu" jawabku pelan dengan menundukan kepala karena malu. Aku segera beranjak turun dari ranjang untuk mengambil tissue.
"Pakai mulut" kata ibu Anna dengan dingin.

Tentu saja aku mau protes dengan perintahnya itu. Yang pertama, itu adalah spermaku dan tentunya aku tidak mau menjilati spermaku sendiri dan yang kedua adalah setelah dua kali ejakulasi tadi aku kini sudah tidak mempunyai nafsu lagi. Tapi ketika kulihat tatapan marah di matanya segera saja hatiku menjadi ciut. Dengan perasaan menyesal aku memandang ke genangan sperma di lubang anus ibu Anna. Belum pernah aku menjilati lubang anus ibu Anna sebelumnya, kini mau tidak mau aku harus melakukannya.

"Cepat!" bentak ibu Anna, "Dan jangan berhenti sebelum disuruh" sambungnya lagi.

Dengan harga diri yang hancur terinjak-injak aku mulai menjilati daerah sekitar lubang anusnya dengan perlahan.

"Heh kontol! Bersihin yang benar," bentaknya sambil melotot padaku.

Kupejamkan mataku dan setelah mengumpulkan kekuatanku aku mulai menjilati sperma yang tergenang. Dengan segera aku mencium bau khas sperma dan juga rasa asin dari spermaku yang tadi baru kutumpahkan di lubang anusnya.

"Lebih cepet!" kembali ibu Anna memberikan perintah.

Hampir menangis rasanya aku mendapat penghinaan seperti ini. Mau tak mau aku mempercepat gerakan lidahku. Kutempelkan lidahku di lubang anusnya, kemudian kuseret lidahku di permukaan lubang anusnya sehingga sperma di lubang anusnya sudah terangkat semua oleh lidahku, ini kulakukan agar aku tidak berlama-lama dengan pekerjaan yang menyiksaku ini. Namun kerena ibu Anna belum mengatakan apapun maka aku tidak berani menghentikan pekerjaanku. Mau tidak mau aku terus menerus menjilati lubang anusnya, sehingga lubang anusnya yang tadinya basah karena spermaku kini malah menjadi tergenang oleh air liurku.

Pada awalnya aku menyangka akan mencium bau tidak sedap dari lubang anusnya itu, namun setelah beberapa saat aku menyadari bahwa aku tidak mencium dan merasakan apa-apa disana. Selang beberapa lama setelah aku melakukannya aku mulai merasa menikmatinya. Sementara aku masih dengan bersemangat menjilati lubang anusnya, ibu Anna mulai merintih-rintih keenakan.

"Ternyata lidah kamu lebih berguna dari pada kontol kecil kamu itu" katanya padaku dengan seenaknya.

Setelah beberapa saat kemudian, ibu Anna memerintahkanku untuk menciumi lubang anusnya. Sesudah beberapa kali kulakukan barulah dia menyuruhku berhenti. Kemudian menyusul vaginanya yang 'kubersihkan' dan terakhir telapak kakinya. Barulah sesudah itu aku diperbolehkan pulang.


Hari itu hari sabtu. Dengan gelisah aku berkali-kali melihat ke jam dinding, sudah jam 12 lewat 40 menit tapi Pak Rudi (Kepala Sekolah) masih dengan semangatnya menerangkan tentang rencana study lapangan selama tiga hari yang akan diadakan di luar kota bulan depan. Yang membuatku gelisah adalah entah kenapa hari itu tanpa sengaja aku meninggalkan kunci rumah ibu Anna yang dipercayakannya padaku. Rumahku bisa dibilang dekat dengan rumah ibu Anna, hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk pulang ke rumahku dan kemudian langsung ke rumah ibu Anna. Yang membuatku khawatir adalah beberapa hari terakhir ini ibu Anna pulang lebih awal. Biasanya hampir jam 2 siang ibu Anna baru datang, namun kini jam satu lewat beberapa menit saja ia sudah datang. Bahkan pernah suatu ketika ibu Anna sudah menunggu di depan rumahnya pada saat aku datang, namun karena memang belum lewat jam 1 siang maka ibu Anna tidak menarik panjang hal itu.

Sementara itu belum ada tanda-tanda Pak Rudi akan selesai bicara sehingga membuatku semakin gerah saja. Selang beberapa menit kemudian aku sudah tidak tahan.

"Pak sudah siang nih," ujarku memberanikan diri.

Untung saja teman-teman kelasku yang lain ikut-ikutan memprotes sehingga dengan terpaksa Pak Rudi menyudahi pembicaraannya lalu membubarkan kelas. Langsung saja aku berlari secepatnya untuk segera pulang ke rumah mengambil kunci baru kemudian ke rumah ibu Anna. Dan benar saja kekhawatiranku, meskipun dengan sekuat tenaga aku berusaha, aku baru bisa sampai pada jam 1 lewat 10 menit. Dan ibu Anna sudah menyambut di depan pintu rumahnya dengan pandangan yang mau membunuhku ketika melihatku datang.

"Kamu tahu apa kesalahan kamu?" kata ibu Anna kepadaku ketika kami sudah berada di dalam rumahnya.
"Tahu bu" jawabku.
"Bagus, berarti kamu juga tahu apa hukuman kamu?" lanjutnya lagi.

Aku tertegun sejenak mendengar pertanyaanya. Bisa-bisanya aku tidak ingat dengan ucapanya waktu itu. Aku mencoba berpikir mengingat-ingat apa yang waktu itu pernah ibu Anna katakan padaku tentang hukuman apa yang diberikan jika aku datang telat. Semakin lama aku berpikir semakin aku tidak bisa ingat apa-apa, apalagi aku mejadi semakin gugup melihat gerak-gerik ibu Anna yang tampaknya akan marah besar.

"Tahu tidak!?" bentak ibu Anna di depan wajahku.
"Maaf bu" jawabku pasrah.
"Dasar otak kontol" makinya padaku semaunya.

Entah mengapa setelah mendengar makiannya yang pedas, aku langsung teringat dengan perkataanya waktu itu. Ketika itu ibu Anna memberikan surat ancamannya yang disertai dengan foto-foto diriku, siangnya ibu Anna menemuiku dan memberikan kunci rumahnya padaku disertai dengan perintah-perintah dan peringatannya jika aku sampai telat aku akan dihukum seperti pada waktu aku pertama kali datang kerumahnya (baca "My Teacher").

Namun kini sesudah aku mengetahuinya, aku malah tidak berani mengatakannya, karena aku tahu ibu Anna sekarang ini sedang marah besar, dan menurut pendapatku pada saat ini ibu Anna lebih suka aku diam tidak menyela makian-makiannya pada diriku.

"Bagaimana sekarang?" tanyanya padaku setelah puas menyemburkan cacian padaku selama hampir semenit lamanya.
"Ampun Bu saya pantas dihukum" jawabku terpaksa.
"Sekarang kamu pulang dan minta ijin sama orang tua kamu untuk menginap di rumah teman kamu malam ini" katanya padaku setelah terdiam sesaat.

Walaupun aku tahu apa yang akan terjadi padaku, namun tetap saja aku tidak berani protes, bahkan untuk menatap matanya saja aku tidak berani.

"Baik bu" jawabku lirih.
"Kamu harus kembali kesini dalam sejam" katanya padaku, "Awas kamu bisa dihukum lebih parah kalau lalai lagi" sambungnya.

Setelah itu, dengan tidak membuang waktu aku segera beranjak untuk pergi pulang. Sesampainya dirumah aku segera berganti pakaian dan tidak lupa membawa satu setel pakaian yang kumasukan ke dalam tas yang biasanya kugunakan untuk bermain bola. Untung saja ibuku tidak terlalu susah memberikan ijin padaku untuk pergi menginap hari itu. Dengan segera aku bergegas untuk langsung pergi. Walaupun sebenarnya aku tahu pada waktu itu aku masih sempat untuk makan siang dahulu sebelum kembali ke rumah ibu Anna, Namun kali itu aku tidak berani ambil resiko untuk ayal-ayalan. Dalam waktu setengah jam, aku sudah kembali ke rumah ibu Anna. Disana aku melihat ibu Anna sudah menungguku.

"Apa itu?" tanya ibu Anna sambil melihat ke tas yang kubawa.
"Baju bu" jawabku jujur.
"Kamu tidak perlu baju, taruh disana" katanya dengan dingin sambil menunjuk ke sofa.

Dengan segera aku melaksanakan perintahnya. Agak kecut juga hatiku mendengar perkataannya, aku yakin tidak lama lagi ibu Anna akan menyuruhku membuka pakaian yang kini kukenakan.

"Mulai sekarang kamu dilarang berbicara apapun juga, kecuali atas seijin saya, mengerti?" katanya padaku dengan dingin. Aku mengangguk mengiyakan.
"Bagus, sekarang ikut ibu" perintahnya lagi padaku.

Aku mengikuti langkahnya dari belakang. Ibu Anna belum mengganti pakaiannya, masih sama seperti yang biasa dia kenakan jika mengajar. Setelan jas dan rok formal berwarna hitam serta sepatu hak tinggi, sedangkan aku kini mengenakan kaos santai dan celana 3/4. Di tangannya, ibu Anna membawa sebuah benda yang tidak terlalu kuperhatikan, namun sepertinya aku dapat memastikan bahwa itu akan dipergunakan padaku.

Aku mengikuti langkahnya menuju ke bagian belakang rumah. Benar saja perkiraanku, ibu Anna membawaku ke ruang tempat menjemur pakaiannya.

"Buka semua pakaian kamu!" katanya padaku setelah kami berada disana.

Dengan cepat aku meloloskan semua pakaianku. Meskipun di sana adalah ruang yang terbuka pada bagian atasnya, namun tidak memungkinkan bagi orang di luar untuk dapat melihat kegiatan kami didalam, dikarenakan tembok disekeliling yang tingginya bersambung dengan tingat dua bangunan itu. Aku tidak mengerti kenapa sampai sekarang aku masih saja tidak terbiasa berada dalam keadaan bugil dihadapan ibu Anna, meskipun hampir setiap hari aku mengalaminya selama sebulan belakangan ini. Dan entah kenapa setiap aku berada dalam keadaan seperti itu, penisku langsung mulai menengang ketika ibu Anna menatapku dengan perasaan jijik, tidak terkecuali saat ini.

"Saya lihat kamu sudah tidak sabar" katanya padaku sambil tangannya mengocok pelan penisku yang sudah tegang.
"Benar begitu hah?" tanyanya padaku sambil masih terus mengocok penisku.
"I.. Iya bu" jawabku.
"Diam!!" bentaknya sambil tangannya yang tadi digunakannya untuk mengocok penisku menampar pipi kiriku dengan keras.
Tamparannya lebih menyakiti harga diriku di banding kulitku.
"Kamu akan dihukum oleh karena itu" katanya ibu Anna kemudian.

Selanjutnya ibu Anna memasangkan sejenis kalung yang terbuat dari kulit (collar) yang tersambung dengan rantai, di leherku, kemudian ujung rantainya di kaitkan ke tiang besi yang terdapat di tengah-tengah ruangan itu. Panjang rantainya sendiri sedikit kurang dari 2 meter. Setelah ibu Anna selesai memasangnya, ibu Anna kemudian mengambil sebuah benda yang berwarna hitam yang tadi dibawanya. Benda itu teryata sebuah cambuk yang panjang talinya sekitar 1,5 meter.

"Ctarr".

Tanpa diduga-duga ibu Anna melecutkan cambuk itu. Secara refleks aku melompat kaget, namun sesudahnya aku sadar bahwa ibu Anna hanya memukul udara.

"Lari!" perintah ibu Anna.

Dengan segera aku mulai berlari. Ruang itu luasnya hanya 4x4 meter, sehingga tidak memberikan banyak ruang bagiku untuk berlari, di tambah dengan ikatan di leherku maka aku hanya berlari berputar-putar di sekitar tiang itu.

Ctarr.. kali ini benar-benar sebuah cambukan mendarat tepat di pantat kananku.

"Auu!" jeritku sambil melompat kesakitan.
"Jangan bicara!" bentaknya padaku sambil mendaratkan sebuah pukulan lagi di punggungku. Kugigit bibirku untuk menahan sakitnya.
"Lebih cepat!" sambungnya memberi perintah. Mendengar perintahnya aku langsung berlari secepat-cepatnya mengitari tiang itu.

Aku sudah terbiasa dengan olah raga sepakbola, karena itu bisa dibilang staminaku sedikit diatas orang-orang yang lain. Setelah sepuluh menit barulah aku mulai merasa kehabisan tenaga. Sebenarnya bisa dibilang keadaanku pada saat itu benar-benar konyol, dibawah terik matahari, aku berlari sprint berputar-putar disekitar tiang dengan keadaan bugil. Sedangkan ibu Anna tidak segan-segan mendaratkan cambuknya di tubuhku jika aku mulai memperlambat gerakanku. Sudah beberapa cambukan yang mendarat di tubuhku, diantaranya tiga di punggung, dua di pantatku dan sekali mengenai tanganku. Setiap pukulannya yang mendarat di tubuhku memberiku semangat untuk kembali mempercepat lariku. Dan boleh percaya boleh tidak pukulan cambuk yang mendarat di tubuhku memberiku tenaga lebih dari yang diberikan minuman energi merek apapun juga. Dengan peluh yang sudah mengucur dari seluruh tubuhku aku masih terus berlari hingga akhirnya aku hampir mencapai batas ketahanan tubuhku.

"Stop" kata ibu Anna tiba-tiba.

Mendengar perkataanya langsung saja aku berhenti dan langsung jatuh berlutut dengan nafas teputus-putus. Aku sangat yakin jika diteruskan beberapa putaran lagi aku pasti akan pingsan. Karena pada saat itu aku sudah merasakan intensitas cahaya dilingkungan itu bertambah besar, suatu gejala ketika tubuh sudah mencapai batas ketahanan.

Selang beberapa saat aku mulai dapat mengatur nafasku. Baru setelah itu aku mulai dapat merasakan perih sesungguhnya akibat cambukkan yang tadi mengenaiku. Dengan perlahan aku mencoba untuk meraba bagian-bagian tubuhku yang perih. Garis-garis merah bekas pukulan terlihat jelas di paha dan tanganku. Sedangkan wajah ibu Anna menunjukkan ekspresi kepuasan melihat penderitaanku. Setelah membiarkanku untuk istirahat sejenak, kemudian ibu Anna memulai permainan lainnya.

Setelah melepaskan rantai dari tiang besi itu, ibu Anna kemudian menyentaknya, memberi isyarat padaku untuk mengikutinya. Dengan patuh akupun kemudian merangkak mengikuti langkahnya. Ibu Anna sudah pernah memberi perintah jika aku mengenakan collar maka aku tidak diperbolehkan berjalan berdiri, melainkan merangkak seperti anjing.

Ibu Anna ternyata akan membawaku ke lantai dua. Aku tidak pernah mengetahui ada apa di sana, karena ibu Anna tidak pernah membiarkan pintu yang terdapat di ujung tangga tak terkunci. Dengan tangan kiri memegang rantai yang terhubung dengan collar di leherku, ibu Anna membuka pintu itu dengan tangan kanannya. Aku sebelumnya sempat menduga bahwa lantai dua itu dipergunakan sebagai gudang, namun dugaanku meleset sedikit.


Ruangan itu besarnya sekitar 5X10 meter, seluruhnya tertutup karpet tebal berwarna biru dan di ruangan itu terdapat beberapa cermin persegi yang berukuran besar sedangkan temboknya bercat hitam. Kesan pertamaku setelah memasuki ruangan ini adalah panas dan pengap, entah apa penyebabnya. Bisa dibilang tidak terdapat apa-apa diruangan itu, hanya beberapa alat yang tidak kuketahui kegunaannya yang terletak di salah satu sudut ruangan itu.

Sementara aku masih memperhatikan ruangan itu, secara tiba-tiba ibu Anna duduk di punggungku, seperti layaknya menunggang kuda. Merasakan ada beban di punggungku, secara tidak sadar aku menengok kebelakang, dan kulihat ibu Anna hanya tinggal mengenakan BH dan celana dalam berwarna hitam. Aku sudah cukup sering melihat ibu Anna dalam keadaan bugil, sehingga aku merasa biasa saja melihatnya dalam keadaan demikian.

"Plak!"

Tahu-tahu ibu Anna memukul keras pantatku dengan menggunakan telapak tangannya.

"Jalan!" katanya dingin.

Dengan terpaksa akupun menuruti perintahnya. Dengan tubuh ibu Anna di atas pundakku, aku mulai dengan perlahan merangkak. Baru beberapa langkah saja aku sudah merasa sakit-sakit di lutut, pinggul dan punggungku, untung saja lantainya di lapisi karpet, jika tidak pastinya lututku sudah lecet-lecet. Bisa dibilang saat itu keadaanku sudah tidak mempunyai tenaga setelah sebelumnya di siksanya, namun ibu Anna tidak mau tahu dengan keadaanku.

Sudah beberapa kali pantatku kena pukulannya yang kali ini tampaknya menggunakan sepatu hak tingginya yang entah kapan dia melepasnya. Sebenarnya pada saat itu aku lebih memilih ibu Anna memukuli pantatku dari pada terus merangkak, tapi tentu saja aku takut sewaktu-waktu amarahnya bisa meledak jika aku tidak menurutinya. Sesudah dua kali memutari ruangan itu aku sudah benar-benar tidak sanggup. Secara tiba-tiba tubuhku ambruk tak dapat menahan beban di punggungku. Sedangkan ibu Anna dengan cekatan segera berdiri sesudah sebelumnya ikut terjatuh bersamaku.

Dengan marah ibu Anna menyuruhku untuk bangun sambil kakinya menendang pahaku, sedangkan tubuhku terus saja tergolek seperti mayat. Jangankan untuk kembali bangun, untuk menggerakkan tanganku saja rasanya sulit, dan bernafas saja sepertinya sudah menggunakan semua tenagaku yang tersisa. Sedang ibu Anna yang masih penasaran, kemudian mulai menggunakan cambuknya untuk memukuliku. Tubuhku yang terkena pukulannya berkelojotan seperti cacing, namun tetap saja aku tidak mampu untuk berdiri. Setelah meneruskan beberapa kali, ibu Anna kemudian menyerah juga, ia kemudian meniggalkanku sendirian di ruang itu. Setelah ibu Anna pergi dari sana langsung saja aku tertidur atau pingsan, aku tidak tahu.

Selang beberapa waktu kemudian aku terbangun. Keadaanku sekarang tidak terlalu berbeda dengan waktu sebelum tertidur tadi, aku masih telungkup di karpet, hanya saja kali ini tanganku dan kakiku terikat dengan kuat. Siapa lagi kalau bukan ibu Anna yang melakukannya. Secara perlahan perih-perih di tubuhku mulai terasa kembali. Keringat masih terus keluar dengan deras dari tubuhku akibat suhu ruangan yang panas, sedangkan mulut dan tenggorokanku terasa kering sekali. Belum pernah aku merasa sehaus itu. Selang setengah jam kemudian barulah aku mendengar suara seseorang yang menaiki tangga, lalu kemudian membuka pintu yang terkunci.

Ibu Anna melangkah mendekatiku dengan santai. Pada saat itu ia sudah tidak mengenakan pakaian sama sekali. Dengan jelas aku melihat tubuhnya yang juga di banjiri keringat seperti diriku sekarang ini.

"Bagaimana keadaan kamu?" tanyanya padaku setelah dia berada disampingku.
"Saya.. Haus.. Bu" kataku padanya terbata-bata sambil memandang lemah ibu Anna disebelahku.

Dia tidak menjawabnya, melainkan dengan santai dia meletakkan kaki kanannya di atas kepalaku. Melihat responnya aku tidak berani mengulangi permintaanku lagi.

"Seberapa haus?" tanyanya tiba-tiba padaku.
"Sangat haus bu" kataku memelas.
"Apa yang kamu mau?" tanyanya lagi padaku.
"Minum.. S.. Saya mau minum" jawabku lagi.
"Mau minum apa?" kembali ibu Anna memberikan pertanyaan yang menjengkelkan.
"Apa saja.. Terserah" jawabku dengan lemas, karena aku merasa pada saat ibu Anna tidak akan mengabulkan permintaanku.
"Apa saja boleh?" tanyanya lagi padaku.
"Ya Bu apa aja" jawabku dengan cepat seakan mendapat harapan baru.
"Baik kamu yang minta" kata ibu Anna kemudian.

Setelah ibu Anna berkata demikian, ia lalu membalik tubuhku, lalu berdiri tepat di atas wajahku. Dapat kulihat pemandangan yang pada saat biasa kuanggap sebagai salah satu pemandangan terindah di dunia ini, tapi tidak sekarang, yang kupikirkan saat ini hanyalah air. Secara perlahan ibu Anna berjongkok dan memposisikan vaginanya tepat di atas mulutku. Dalam sedetik kemudian aku sudah tahu apa yang mau di lakukannya. Dengan tangan kirinya, ibu Anna menekan pipiku sehingga membuat mulutku membuka paksa.

Setelah menunggu beberapa detik, akhirnya ibu Anna mulai menyemburkan air kencingnya yang berwarna kuning kental itu tepat ke mulutku yang terbuka lebar. Walaupun sebelumnya aku sudah pernah mendapat perlakuan serupa (kembali baca "my teacher), namun pada saat itu kuanggap hal itu adalah hal yang tidak menyenangkan bagiku. Secara wajar aku mencoba menggerakkan kepalaku menolak hal itu, namun tidak bisa karena di tahan oleh tangan kiri ibu Anna. Mungkin pada keadaan biasa aku masih bisa mencoba untuk meronta, tapi tidak sekarang pada saat hampir semua tenagaku habis tersedot karena perlakuannya padaku tadi.

Setelah air kencing mulai menggenangi mulutku, aku dapat merasakan rasa asin di lidahku dan bau pesing yang menusuk di hidungku. Sampai pada saat itu aku masih berusaha untuk tidak menelannya, namun mungkin karena aku sudah sangat kehausan, tanpa sadar aku menelan juga air kencing yang menggenangi mulutku. Tiba-tiba saja aku merasakan bahwa rasanya tidak seburuk yang kuperkirakan, asin dan sedikit pahit, cukup enak buatku yang sudah sangat kehausan. Dengan cepat aku kembali meneguk cairan itu, kemudian diikuti tergukan-tegukan lainnya, rasa jijik sudah tidak kuhiraukan lagi, malah kemudian dengan rakus aku terus menelan air kencing yang masih terus menerus di tumpahkan dari vagina ibu Anna.

Secara sekilas aku dapat melihat wajah ibu Anna yang tersenyum melihat kelakuanku itu. Air kencing yang tadinya menggenangi mulutku sekarang sudah kering kutelan, sedangkan ibu Anna masih terus mengeluarkan "minumannya", seakan tidak ada habisnya. Tangan kirinya sudah tidak di gunakan untuk menekan pipiku, pada saat itu aku sudah membuka mulutku lebar-lebar dengan senang hati menerima pemberiannya. Kini kedua tangannya membuka kedua bibir vaginannya dengan lebar untuk memudahkan jalan semburan air kencingnya.

Selang beberapa detik kemudian semburannya mulai melemah dan akhirnya benar-benar berhenti.

"Bersihin" kata ibu Anna padaku sambil tangannya masih membuka lebar kedua belah bibir vaginanya.

Dengan patuh aku segera melakukan perintahnya, sambil sedikit mengangkat kepalaku, kujilati bagian dalam vagina serta klitorisnya dengan bersemangat, seolah-olah tenagaku kembali setelah meminum air kencingnya.

"Ok stop" kata ibu Anna selang beberapa saat kemudian, dan dengan segera akupun menghentikan pekerjaanku.
"Enak ya?" tanya ibu Anna kemudian padaku sambil tetap berjongkok di atas wajahku.
"Iya bu.. Kalau boleh saya mau minta lagi" jawabku tanpa malu-malu, karena di samping masih merasa haus, ternyata aku juga mulai menikmatinya.
"Kalau begitu kamu harus memohon" katanya lagi padaku.
"Saya mohon bu.. Saya sangat suka air kencing ibu" sahutku dengan cepat, seakan-akan kata-kata itu meluncur begitu saja dari kepalaku.
"Bagus, karena kamu yang minta, mulai sekarang dirumah ini, cuma itu minuman kamu" katanya.

Dan aku benar-benar sudah gila karena justru merasa senang mendengar perkataanya itu. Setelah berkata demikian, ibu Anna kemudian meludah tepat ke mulutku yang terbuka. Dengan senang hati aku kemudian menelannya.

"Sekarang kamu istirahat, permainan baru akan dimulai nanti malam" katanya padaku sambil berlalu meninggalkanku setelah sebelumnya membuka ikatan pada tangan dan kakiku.

Agak terkejut juga aku mendengar perkataannya, apa yang sudah kualami ini hanya sekedar pemanasan saja? Pikirku dalam hati. Tak lama kemudian aku mendengar suara pintu yang dikunci dari luar. Aku tidak tahu jam berapa sekarang ini, namun mendengar perkataannya aku merasa saat ini sekitar jam 4 sampai jam 5 sore. Dengan perut kembung aku kemudian kembali tertidur. Aku terbangun setelah ada seseorang yang menendang testisku dengan perlahan.

"Mau tidur sampai kapan hah!" bentaknya garang.

Meskipun agak mendongkol dengan caranya membangunkanku, mau tidak mau aku membuka mataku dan beranjak berdiri. Belum pernah kulihat ibu Anna menggunakan pakaian seperti itu sebelumnya. Ia mengenakan BH berwarna hitam yang tampaknya terbuat dari kulit serupa dengan celana dalamnya yang sangat mini. Di tangannya ia menggenggam cambuk yang tadi siang sudah dipergunakannya, sedang rambutnya diikat kencang kebelakang menambah "kegarangannya". Yang paling menonjol adalah pada bagian depan celana dalamnya terdapat penis buatan yang sepertinya terbuat dari bahan plastik. Meskipun agak geli aku melihat hal itu, namun aku hanya terdiam saja menunduk, menunggu perkataannya.

Dengan memberi isyarat, ibu Anna menyuruhku mengikutinya. Ia membawaku ke salah satu sudut ruangan dimana terdapat benda yang terbuat dari kayu berbentuk huruf "X" yang pada saat itu tidak kuketahui apa gunanya. Dengan tidak mengucapkan sepatah kata, ibu Anna mengikatkan kedua tangan dan kakiku ke tali yang terdapat dimasing-masing ujung benda itu sehingga tubuhku juga membentuk huruf "X", terikat di benda itu.

Setelah itu, tanpa ba bi Bu lagi ibu Anna mendaratkan sebuah pukulan dari cambuknya yang mengenai punggungku. Aku menjerit keras dengan spontan begitu merasakan perih pada punggungku.

"Silahkan kamu teriak, ruang ini kedap suara" kata ibu Anna sambil tak henti-hentinya mendaratkan cambuknya di tubuhku.

Aku tidak berani menoleh, karena salah-salah wajahku yang terkena cambukannya, maka dari itu sebisanya saja aku meronta-ronta, namun karena kedua tangan dan kakiku terikat kuat sepertinya usahaku hanya sia-sia belaka, malahan mungkin itu membuatnya semakin gusar saja. Sesudah itu aku kemudian memutuskan untuk mencoba cara lain.

"Auu sakit bu! ampunn.. Jangan siksa saya lagi.. Aaahh" jeritku memohon padanya disela-sela erangan kesakitan terkena pukulannya.

Namun seakan tidak mendengar, ibu Anna masih tetap saja melakukan kegiatannya. Baru setelah kira-kira 5 atau 6 kali lagi cambuk itu mengoyak kulitku baru dia menghentikannya.

"Itu hukuman atas kesalahan kamu tadi, seharusnya kamu cuma menerima 10 pukulan, tapi karena kamu tadi bicara jadi di tambah 5 pukulan" kata ibu Anna dengan sedikit terengah-engah akibat pekerjaannya. Sedangkan diriku sudah hampir pingsan menahan sakit. Rasanya seluruh darah di tubuhku berkumpul di kepala dan telingaku tak henti-hentinya berdengung.

"Mulai sekarang jika kamu membantah perintah, kamu langsung dapat 20 pukulan mengerti?" lanjutnya lagi yang diikuti anggukan lemah kepalaku untuk mengiyakan.
"Kamu harus mengerti kalau kamu itu adalah budak saya, dan kamu tidak perlu membantah perlakuan saya pada kamu" ibu Anna berkata sambil membuka ikatan pada kaki dan tanganku.

Dengan isyarat tangan, ibu Anna memerintahkanku untuk mengikutinya. Dengan berjalan perlahan, aku mengikuti langkahnya di belakang. Setelah menuruni tangga, ibu Anna membawaku ke meja makan., disana sudah tersedia sepiring nasi lengkap dengan sayurnya. Aku yang memang sudah sangat lapar menjadi tambah lapar saja melihat makanan di depanku.

"Waktu kamu 5 menit" kata ibu Anna lalu begitu saja meninggalkanku.

Aku tidak membuang kesempatan itu, dengan segera aku mulai melahap makanan itu, yang terasa enak sekali karena sudah sedemikian laparnya diriku. Tak sampai 5 menit makanan itu sudah ludas kumakan, dalam hatiku aku menyesal dengan perkataanku sebelumnya, kini ibu Anna benar-benar membuktikan perkataanya, aku sama sekali tidak diberikan air minum. Tak lama kemudian ibu Anna datang.


Ibu Anna kemudian membawaku masuk ke dalam kamar tidurnya. Secara sekilas aku sempat melirik ke jam dinding yang terdapat di ruangan itu, yang ternyata baru menunjukan pukul 8 malam, padahal sebelumnya kupikir saat ini sudah hampir tengah malam. Dengan setengah menyeret, ibu Anna kemudian membawaku ke dalam kamar mandi yang terdapat di dalam ruangan itu. Kemudian aku perintahkan untuk duduk di kloset.

Setelah itu, ibu Anna langsung menyalakan shower dan menyiram tubuhku. Hampir saja aku menjerit jika tidak sempat kutahan. Tubuhku menggeliat menahan perih ketika air mulai mengenai kulitku yang lecet-lecet. Kemudian dengan tidak mengatakan apa-apa, ibu Anna memberikan sebatang sabun mandi padaku. Jika saja aku tidak takut pada hukuman, tentunya pada saat itu aku enggan untuk menggunakan sabun mandi, karena tentunya akan perih jika mengenai bekas cambukannya di tubuhku.

Dengan menggigit bibir menahan sakit, aku dengan cepat menyabuni tubuhku, terutama bagian dada yang dada yang kulihat tidak terdapat bekas pukulan disana. Secara tiba-tiba, ibu Anna kemudian merampas sabun itu dari tanganku, kemudian dengan kedua tangannya, ia menyabuni bagian rambut kemaluanku. Aku terkejut dengan perbuatannya yang tiba-tiba itu, dengan mata melotot aku melihat bagaimana dengan lembut ibu Anna "mengeramasi" rambut kemaluanku, hingga tanpa dapat kutahan penisku mulai bereaksi terhadap rangsangan tersebut. Sampai seluruhnya tertutup busa barulah ibu Anna menghentikan pekerjaannya, kemudian dia membuka sebuah lemari kaca kecil yang tertempel di tembok kamar mandi itu. Tangannya kemudian mencari-cari sesuatu dalam lemari itu, dan tidak membutuhkan waktu lama baginya untuk menemukan benda yang dicarinya.

Benda itu ternyata adalah pisau cukur. Begitu melihatnya aku sudah bisa menebak apa yang akan ibu Anna perbuat padaku nantinya. Dan benar saja, dalam beberapa detik kemudian, tangan-tangan mungilnya dengan cekatan mencukur rambut kemaluanku (yang pada saat itu sudah tumbuh lebat). Penisku yang tadinya sudah setengah tegang, kini langsung menciut setelah merasakan tajamnya pisau cukur itu, sedang jantungku berdebar-debar menyaksikan penggundulan hutan itu. Tak memerlukan waktu lebih dari 2 menit buat ibu Anna untuk menyelesaikan pekerjaannya.

Setelah di basuh dengan air untuk membersihkan sisa-sisa sabun, aku dapat melihat penisku yang sekarang tampak seperti penis milik seorang bocah, bersih tanpa rambut selembarpun. Dengan lembut ibu Anna kemudian meraba-raba kulit yang sebelumnya masih di tumbuhi rambut itu, wajahnya menunjukan ekspresi kepuasan atas hasil kerjanya. Dan entah bagaimana mengungkapkannya, selama sebulan ini, aku sering berada dalam keadaan bugil di depan ibu Anna. Kini entah bagaimana, aku merasa keadaanku lebih telanjang dari sebelumnya. Ini adalah hal yang harus kalian alami sendiri barulah tahu bagaimana rasanya.

Ibu Anna tidak lantas berhenti sampai disana, berikutnya adalah giliran kedua ketiakku yang dicukurnya hingga bersih. Kini boleh dibilang selain wajahku, di tubuhku tidak terdapat rambut lain. Setelah itu barulah ibu Anna menggunakan handuk untuk mengeringkan tubuhku. Tubuhku yang tadinya lengket karena keringat yang mengering, kini kembali menjadi segar setelah mandi.

Setelah itu ibu Anna memerintahkanku untuk berdiam dalam posisi merangkak di lantai kamar mandi, agak sedikit kesulitan aku melakukannya karena kedua tanganku yang terikat. Kemudian aku merasa ada sesuatu yang ditempelkan di lubang anusku, ketika aku menoleh untuk menegok, aku melihat ibu Anna memegang selang air yang ujungnya ditempelkan tepat di lubang anusku. Aku agak panik dengan apa yang akan dilakukannya, tanpa terasa pinggulku bergerak untuk menghindari selang itu.

"Diam! Kalau nggak mau 20 kali cambukan, jangan bergerak sedikitpun" bentaknya melihat gelagatku.

Bagaikan tersihir, tubuhku langsung diam mematung. Setelah itu barulah ibu Anna memutar keran air yang terhubung ke selang itu. Detik berikutnya aku langsung merasakan air dingin menerobos lubang anusku. Aku tidak merasakan sakit, hanya saja perasaan tidak nyaman serta perasaan takut dengan hal yang baru pertama kalinya kualami ini, pada saat itu aku tidak tahu bahwa hal itu (enema) adalah hal biasa dalam permainan seks bdsm. Perutku yang sebelumnya sudah menggembung karena kekenyangan, kini mendapat tekanan tambahan akibat air didalam usus besarku. Tanpa dapat kutahan tubuhku gemetar menahan perasaan kembung seakan perutku akan meledak, juga dingin yang terasa didalam perutku.

"Tahan! Kalau sampai tumpah sedikit saja, mulut kamu yang bertanggung jawab" ancamnya padaku setelah melihat tubuhku yang gemetaran. Untung saja tak lama sesudah berkata demikian, ibu Anna segera mematikan kerannya.
"Saya beri kamu lima menit untuk urusan kamu" kata ibu Anna tiba-tiba, dan langsung saja ia meninggalkanku sendirian di dalam kamar mandi itu.

Tanpa membuang waktu aku berdiri, membuka penutup kloset dan langsung duduk. Membutuhkan waktu cukup lama untuk mengeluarkan seluruh isi usus besarku itu. Semenit setelah aku selesai melakukannya barulah ibu Anna kembali ke dalam kamar mandi itu. Begitu masuk, ia langsung menghampiriku yang masih terduduk diam. Tangannya mengocok perlahan penisku yang sudah kembali ke bentuk asalnya, dan wow aku merasa begitu sensitif karena sentuhan perlahan saja sudah memberikan reasksi pada penisku. Setelah sudah benar-benar ereksi, ibu Anna dengan tiba-tiba menghentikan pekerjaannya.

"Apa kamu kira penis kamu itu ada gunanya?" kata ibu Anna padaku dengan sinis.

Aku hanya terdiam saja mendengar perkataannya. Seperti biasa, ibu Anna tidak akan memberikanku kepuasan pikirku.

"Sekarang kamu oral penis ini" kata ibu Anna sambil menunjuk ke penis buatan yang tertempel di celana dalamnya itu.

Dengan terkejut aku menatap wajahnya, seperti ingin memastikan apa yang barusan kudengar.

"Terserah kamu mau melakukannya apa tidak, asal kamu tahu saja, kalau penis ini masuk ke anus kamu dengan keadaan kering seperti ini, anus kamu tidak sobek saja sudah bagus" kata ibu Anna membalas tatapan mataku.

Mendengar hal itu seperti orang linglung, aku menatap matanya dengan mulut menganga, tidak percaya dengan hal yang barusan kudengar. Dengan hati menclos aku kemudian melihat ke arah "penis" ibu Anna itu. Penis itu benar-benar mirip sekali dengan penis asli, lengkap dengan topi baja serta urat-urat yang menonjol di sekelilingnya sedangkan ukurannya jauh melebihi penisku yang pada saat itu masih ereksi. Ukurannya sama saja dengan penis yang terdapat dalam film-film porno keluaran vivid itu.

Yang menjadi masalah adalah aku yakin kalau diriku ini bukan gay dan hal ini menurutku menjijikan. Aku menelan ludah ketakutan membayangkan bagaimana jadinya jika monster penis itu benar-benar masuk ke anusku. Sementara itu ibu Anna sepertinya sudah tidak sabar ingin melakukannya, dia memberikan perintah agar aku berbalik. Mendengar perkataannya, dengan terburu-buru aku segera memasukan penis itu ke dalam mulutku. Ini toh penis buatan pikirku pada saat itu. Dengan cepat aku mengulum penis itu sehingga hampir saja aku tersedak. Pada saat itu aku tidak melihat wajah ibu Anna, tapi dapat kupastikan wajahnya pasti tersenyum sinis melihat aku melakukannya.

Tidak ada hal yang membuatku meragukan ucapan ibu Anna untuk memasukan penis itu ke dalam anusku, karena itu sebisanya aku membasahi seluruh permukaan penis itu dengan ludah agar dapat berfungsi sebagai pelumas saat nanti memasuki lubang anusku. Selang semenit kemudian aku merasakan ada sesuatu yang salah dari tubuhku, entah bagaimana aku mulai menikmati pekerjaanku itu. Untung saja penisku memang sebelumnya sudah ereksi, karena jika tidak, ibu Anna pasti melihat penis kecil yang menegang ketika pemiliknya sedang mengoral penis buatan yang ukurannya hampir 2 kali lipatnya.

"Sudah" kata ibu Anna dengan perlahan.

Aku pura-pura tidak mendengarkan perkataannya yang memang pelan sekali itu, disamping aku merasa masih belum cukup aman jika penis itu masuk ke lubang anusku, aku juga tanpa sadar menikmati perbuatanku.

"Cukup" katanya sekali lagi, kali ini aku mendengar dengan jelas perkataannya.

Aku segera menghentikan pekerjaanku. Dengan segera aku diperintahkan untuk berbalik. Kini aku membelakangi ibu Anna, tubuhku membentuk sudut 90 derajat dengan kedua tangan menumpu pada plastik penutup kloset. Aku memejamkan mataku menanti dengan was-was. Sedetik kemudian aku merasakan sakit sekali ketika kepala penis ibu Anna mencoba memasuki lubang anusku, dengan reflek lubang anusku menutup sehingga kepala penis yang tadinya sudah masuk setengah keluar lagi, aku menggigit bibirku menahan perih yang ditinggalkannya.

"Kamu harus tenang kalau tidak mau terluka" kata ibu Anna kepadaku.

Enak baginya bicara demikian karena ia tidak merasakannya. Namun kucoba turuti sarannya, aku mengambil nafas panjang untuk menenangkan jantungku yang berdegub kencang. Kembali aku merasakan perih ketika ada benda tumpul yang ingin menerobos lubang anusku. Segera aku mendapat perasaan seperti ingin buang air besar. Kali ini kedua tangan ibu Anna membantu merenggangkan kedua belah pantatku sehingga lubang anusku terbuka lebih lebar. Setelah itu dengan cepat kepala penisnya masuk.

Aku menjerit tertahan dan tanpa sengaja lubang anusku kembali berkontraksi, namun kali ini penis itu tidak keluar dari lubang anusku karena tangan ibu Anna menahannya, malahan akulah yang merasakan sakit di dinding anusku karena hal itu. Setelah itu dengan cepat penis itu menerobos masuk makin dalam. Tubuhku gemetar menahan perih yang seakan menjalar ke seluruh tubuhku. Dengan sebisanya aku menahan untuk tidak menjerit, sedangkan air mata sudah mengambang di kedua mataku.

Kini kedua telapak tangan ibu Anna digunakan untuk memukul-mukul pantatku dengan setengah kekuatannya sambil tak henti-hentinya dia tertawa sinis melihat penderitaanku. Pukulan di pantatku memang bisa dibilang tidak ada artinya di banding sakit karena penis itu, namun aku takut jika nantinya bisa-bisa penis itu kembali keluar dari lubang anusku karena terganggu oleh pukulan-pukulan itu, dan benar saja sesaat kemudian tanpa dapat kutahan, dinding anusku kembali berkontraksi, aku sudah bersiap-siap menahan perih akibat itu.

Tapi ternyata dugaanku salah, penis itu masih tenang-tenang saja di dalam, nampaknya sudah hampir semua bagian penis itu yang masuk didalam, agak lega juga hatiku setelah merasa demikian. Ketika aku menengok untuk memastikannya barulah aku terkejut setengah mati setelah mendapati bahwa baru sekitar setengah bagian penis itu saja yang sudah memasuki lubang anusku.

Dapat kulihat senyum puas ibu Anna melihat wajah menderitaku. Dalam sekejab aku merasakan sudah tidak mempunyai harga diri lagi setelah ibu Anna memperlakukanku demikian, namun dalam hati aku memohon agar ibu Anna tidak mempunyai pikiran untuk memasukan seluruh bagian penis itu. Aku kemudian melihat tangan ibu Anna mengambil sebuah botol baby oil dan menuangkan isinya ke penisnya serta ke daerah sekitar lubang anusku. Pada saat itu aku sangat jengkel sekali, ingin rasanya aku berteriak "kenapa nggak dari tadi aja!" namun kubatalkan karena takut nanti malah berakibat fatal pada diriku.

Sesaat kemudian aku merasakan ibu Anna mulai kembali mendorong penisnya yang kini sudah dilumuri baby oil. Aku dapat merasakan bantuan minyak itu dalam mengurasi sakit akibat gesekan, meskipun masih terasa sedikit sakit, namun kini sudah jauh berkurang. Kini yang kurasakan adalah betapa penis itu memenuhi ruang di rectum (bagian terluar dari usus besar) ku. Sedang tadi ketika penis itu masuk baru setengah saja aku sudah merasa begitu "penuh", apalagi sekarang ketika sudah hampir seluruhnya masuk. Seakan-akan ada sesuatu yang ingin keluar dari kerongkonganku, walaupun aku tahu itu hanya perasaanku saja.

Tak lama kemudian aku dapat merasakan paha ibu Anna yang menyentuh pahaku, tanda sudah masuknya seluruh bagian penis itu. Pada saat itu mulutku menganga lebar sedang nafasku teregah-engah seperti orang yang mau melahirkan, bahkan tubuhku sempat gemetar tak terkendali. Setelah aku mengatur nafas sejenak barulah aku mulai kembali tenang. Sesaat kemudian, ibu Anna mulai menggerakkan maju-mundur penis itu dengan perlahan. Rasa malu dan takut bercampur aduk di hatiku pada saat itu, malu karena aku serasa diperkosa oleh ibu Anna dan takut jika penis besar itu akan melukaiku dengan parah.

Dengan perlahan namun pasti, ibu Anna mulai menaikan temponya, sesekali dia berhenti untuk kembali melumuri penis itu dengan baby oil sampai penis itu benar-benar bisa sliding dengan mudah. Dan kembali aku dikhianati oleh tubuhku sendiri. Meski dengan susah payah aku mencoba menahannya, namun tetap saja aku tidak berhasil, penisku dengan perlahan mulai ereksi, apalagi kemudian ibu Anna kembali mempercepat pompaannya yang memang terasa nikmat sekali buatku. Tanpa dapat kulawan, penisku kembali full ereksi, bahkan jika tidak kutahan-tahan, ingin sekali rasanya aku mengocok penisku.

Kini ibu Anna merubah gayanya, ia menarik penisnya dengan perlahan sampai hampir keluar, kemudian memasukannya kembali dengan cepat sampai setengahnya dan demikian seterusnya. Sensasi yang kurasakan sungguh dahsyat, seandainya aku mengocok penisku pastilah aku sudah ejakulasi. Aku sendiri menjadi heran dan dalam hati aku bertanya-tanya apakah aku ini memang seorang gay? Tiba-tiba saja sebuah pikiran terlintas dalam benakku. Aku kemudian berpura-pura untuk kesakitan setiap kali ibu Anna menyodok penisnya, hal ini kulakukan karena aku sungguh malu jika ibu Anna mengetahui aku justru menikmati perbuatannya padaku. Entah karena aktingku yang buruk atau memang ibu Anna yang tidak mudah ditipu.

"Jangan pura-pura kamu" kata ibu Anna padaku.

Setelah itu dengan tiba-tiba ia menyodok penisnya sampai pahanya beradu dengan pahaku sehingga menimbukan bunyi "plok".

"Aaahh" jeritku lirih. Itu jelas-jelas jeritan kenikmatan yang tanpa sadar kukeluarkan.
"Dasar nggak tahu malu" kata ibu Anna lagi padaku.

Jika saja pada saat itu aku menoleh kebelakang, ibu Anna akan melihat wajahku yang merah padam karena malu. Sesudah itu, kembali ibu Anna mempercepat temponya, dan kembali tanpa tertahan lagi aku mendapatkan kenikmatan yang selama ini belum pernah kurasakan. Kini setelah ibu Anna mengetahui rahasiaku, aku merasa tidak ada gunanya lagi untuk berpura-pura, aku mulai dengan perlahan ikut menggerakkan pantatku mengimbangi gerakannya, serta mulutku tak henti-hentinya mengeluarkan rintihan kenikmatan. Sesekali ibu Anna menghentikan gerakannya, pada saat itulah tanpa rasa malu, aku justru menggerakan pantatku memompa penis itu. Ibu Anna tertawa terbahak-bahak setiap kali aku melakukannya, apalagi setelah ibu Anna memegang penisku, ia mendapatinya sudah benar-benar tegang.

"Dasar banci!, kamu malah horny waktu dientot" katanya dengan pedas. Katanya sambil tangannya menepuk pantatku.
"Benar-benar menjijikan" sambungnya mengejekku. Sambil tak henti-hentinya dia mengeluarkan kata-kata hinaan yang menyakitkan. Pada saat itu aku merasa terhina sekaligus terangsang mendengar caciannya.

Beberapa menit kemudian, ibu Anna menarik penisnya hingga hampir keluar dari lubang anusku. Tanpa sadar aku memundurkan pantatku agar penisnya tidak keluar, kemudian dengan gerakan perlahan, ibu Anna berjalan mundur. Aku tahu ini dimaksudkan agar aku mengikutinya. Aku hampir saja terjerembab ke depan setelah kedua tanganku yang terikat, tidak lagi mempunyai tempat tumpuan, namun dengan sigap ibu Anna memegang kedua pinggulku agar aku tidak terjatuh. Dapat kurasakan kedua tangannya yang halus menahan berat tubuhku, dalam hati aku heran juga bagaimana caranya wanita yang dari luar tampak anggun ini bisa mempunyai tenaga yang lumayan kuat. Kemudian dengan perlahan aku mencoba meletakkan tanganku di lantai, karena tubuhku boleh dibilang lentur, berkat sering bermain sepakbola, dengan mudah aku dapat melakukannya. Dan dengan keadaan demikianlah kami secara perlahan berjalan keluar dari kamar mandi itu.

Sesampainya di tepi ranjang, ibu Anna membantuku untuk berbaring telentang di tengah-tengah ranjang itu, sedangkan dia kini berada diatas tubuhku, kami melakukannya tanpa membuat penis itu keluar dari tempatnya. Kedua tangannya menggenggam kedua pergelangan kakiku kemudian merentangkan keduanya, setelah itu dengan perlahan kedua kakiku didorongnya hingga lututku hampir menyentuh dadaku yang mengakibatkan bagian pinggang kebawah terangkat ke atas. Sesudah itu, ibu Anna kembali memompa penisnya dengan perlahan dalam lubang anusku. Setelah beberapa saat lamanya, ibu Anna mempercepat pompaannya. Aku tidak bisa menjelaskan apa yang kurasakan saat itu, namun jelas itu adalah sebuah kenikmatan yang luar biasa.

"Mana suaranya?" tanya ibu Anna sambil mempercepat pompaannya. Dengan suara perlahan aku merintih-rintih kenikmatan.
"Yang kenceng! perek" bentak ibu Anna gusar, sambil dengan tiba-tiba dia menghujamkan penisnya dalam-dalam.
"Aaahh" jeritku tak dapat menahan sensasi yang kualami.

Ibu Anna terus memompa dengan kencang, sampai-sampai terdengar bunyi beradunya paha ibu Anna dengan pantatku. Aku terus-terusan menjerit histeris seperti layaknya pelacur setelah menerima kenikmatan yang bertubi-tubi. Inilah kali pertamanya dalam hidupku, aku mengalami kenikmatan yang begitu intens. Meskipun baru pertama kalinya aku melakukan seks seperti itu, namun aku dapat mengatakan dengan pasti jika ibu Anna benar-benar ahli dalam hal itu. Terkadang ibu Anna memperlambat, kemudian mempercepat pompaannya dengan tiba-tiba. Sesaat kemudian ibu Anna berhenti secara tiba-tiba sehingga membuatku menjerit-jerit frustasi akibat ulahnya.

"Kamu harus memohon" katanya sambil menahan tawa melihat tingkahku yang seperti pelacur murahan.
"Please bu" kataku dengan terengah-engah.
"Please apa?" katanya lagi padaku.
"Please bu.. Saya mohon ibu melakukannya" kataku dengan lemah.
"Melakukan apa?" tanyanya lagi seakan masih tidak puas mendengar ucapanku. Aku terdiam sejenak untuk berpikir kata apa yang akan kugunakan untuk menjawabnya.
"Senggama" jawabku setelah berpikir.
"Dasar kontol, lu kira sekarang ini lagi belajar bahasa indonesia hah!, bilang ngentot" kata ibu Anna dengan gusar mendengar jawabanku yang memang konyol itu.
"Saya mohon ibu Anna ngentotin saya" kataku tanpa malu-malu lagi setelah tersiksa dengan kenikmatan yang kini tertunda.
"Ngentotin apa kamu?" kembali dengan menjengkelkan, ibu Anna bertanya padaku.
"Lubang anus saya" jawabku cepat.
"Untuk selanjutnya bilang vagina, ngerti?" kata ibu Anna setelah mendengar ucapanku. Aku segera mengiyakan perkataannya.
"Sekarang bilang yang lengkap" katanya padaku sambil tangannya merenggangkan kakiku lebih lebar lagi, dan menarik penisnya sehingga tinggal ujungnya saja yang masih tertanam dalam "memekku".

"Saya mohon ibu mau ngengtotin vagina saya" kataku padanya cepat karena khawatir ibu Anna akan berubah pikiran.
"Yang keras" sahut ibu Anna mendengar perkataanku.
"Saya mohon ibu mau ngentotin vagina saya" jawabku setengah berteriak karena frutasi.

Aku sudah tidak peduli jikalau ada orang yang mendengar perkataanku itu, sekarang ini sudah tidak ada logika dalam kepalaku, yang ada hanyalah nafsu birahi. Sedetik kemudian, dengan cepat ibu Anna menghujamkan penisnya sampai pangkalnya.

"Aaahh" jeritku panjang merasakan nikmat dan perih yang menjadi satu.

Setelah diam dalam posisi demikian sejenak, kemudian barulah dia mulai menggerakan pinggulnya memompa penisnya didalam memekku. Dengan konstan, ibu Anna mempercepat pompaannya sampai sesaat kemudian dia sudah mencapai kecepatan maksimal. Derit ranjang serta derai keringat yang jatuh ke tubuhku seakan menjadi bukti liarnya permainan kami. Belum pernah penisku sedimikian tegangnya dalam hidupku sebelumnya, sampai-sampai terasa nyeri akibat banyaknya darah yang terkumpul disana. Setelah sekitar semenit ibu Anna memompaku dengan kecepatan luar biasa, dengan tiba-tiba dia kembali menghujamkan penisnya dalam-dalam, dan tahu-tahu saja aku merasa ada sesuatu yang ingin keluar dari dalam tubuhku.

"Aaahh" jeritku dengan kencang ketika penisku sudah tidak tahan lagi untuk melepaskan sperma yang sudah lama terkumpul di testisku.

Dengan kencang, spermaku menyembur keluar mengenai perutku. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku mengalami ejakulasi meskipun aku sama sekali tidak menyentuh penisku. Setelah itu gelombang demi gelombang kenikmatan menjalar diseluruh bagian tubuhku, sehingga tanpa dapat kutahan tubuhku gemetar karena menahan nikmat. Mataku kupejamkan untuk lebih menikmati moment itu, moment terindah dalam hidupku saat itu. Ini adalah orgame yang terhebat dalam hidupku.

"Menjijikan" kata ibu Anna sambil menarik keluar penisnya dan melepaskan kedua pergelangan kakiku yang dipegangannya.

Selang beberapa saat kemudian barulah aku mulai dapat menguasai diriku. Aku merasa kosong sekali setelah penis itu meninggalkan tempatnya, seakan perutku tadi dibelit ikat pinggang yang kencang, dan sekarang sudah dilepaskan. Ketika kubuka mataku, kulihat ibu Anna sudah berada di sebelahku. Tangannya memegang sendok plastik, dan dengan benda itu, ibu Anna menyendoki seluruh sperma di perutku.

"Bangun" kata ibu Anna padaku.

Dengan malas aku mencoba untuk menegakkan tubuhku. Hampir seluruh bagian tubuhku terasa lemah, padahal bisa dibilang sedari tadi ibu Anna lah yang bekerja. Sesaat kemudian aku sudah duduk tegak di ranjang, kulihat ibu Anna menuangkan sperma yang tadi di tampungnya di sendok ke penisnya dengan merata.

"Jilat sampai bersih" kata ibu Anna kemudian.

Ini adalah hal yang paling tidak kusukai, karena tentu saja sesudah ejakulasi, aku sudah tidak bergairah lagi untuk melakukannya, tapi nampaknya ibu Anna tidak mau tahu, dengan mata melotot ia memandangku yang terlihat sangsi. Penis itu terlihat bersih, aku sendiri heran bagai mana mungkin bisa terjadi, mungkin karena enema yang tadi ibu Anna berikan.

"Mau tidak?" tanyanya dengan geram.

Aku kemudian mengangguk lemah mengiyakan. Dengan perlahan aku mulai menjilati ujung penis itu. Ada tercium sedikit bau kotoran memang, namun ternyata tidak seburuk yang kuduga. Secara perlahan aku mulai memasukan penis itu ke dalam mulutku. Bau khas sperma bercampur dengan bau kotoran dan baby oil tercium oleh hidungku, namun aku masih meneruskan pekerjaanku yang memang masih jauh dari bersih itu. Dengan perlahan kujilati spermaku sendiri yang kini berada di penis itu. Membutuhkan waktu sekitar dua menit bagiku untuk menyelesaikan pekerjaanku itu. Sesudah selesai melakukannya barulah aku merasa mual ingin muntah, namun sebisanya aku menahan perasaan itu. Setelah penisnya selesai dibersihkan, ibu Anna segera beranjak pergi meninggalkanku sendirian di ruang itu.

Aku merasa cukup lega setelah selesai melakukannya, karena aku mengira sekarang ini permainan ibu Anna sudah berakhir, sedangkan aku tadi melihat ibu Anna juga sudah bermandikan keringat dan pastilah dia kelelahan setelah melakukannya. Baru saja sedetik sesudah aku berpikir demikian, aku harus kembali menelan pil kekecewaan. Ibu Anna sudah kembali dengan membawa potongan-potongan pakaian berwarna merah muda serta sebuah benda yang tidak kukenal.

"Pakai ini" kata ibu Anna padaku sambil menyodorkan pakaian dalam genggaman tangannya.

Aku menyambutnya dengan kedua tanganku yang masih terikat. Disana kulihat sebuah celana dalam wanita super mini, dibagian depan hanyalah sebuah segitiga kecil, sedangkan bagian belakang hanyalah berupa sebuah tali. Selain itu ada juga bikini serta sebuah stocking lengkap dengan supporternya.

Kesemuanya satu warna, pink. Dengan tak banyak bicara, ibu Anna membuka ikatan pada tanganku. Setelah itu aku sudah tidak punya alasan untuk mengabaikan perintahnya. Dengan bantuan ibu Anna, aku mengenakan semua itu. Memang dalam beberapa jam terakhir ini, ini adalah pertama kalinya aku mengenakan sesuatu di tubuhku, tapi tetap saja aku merasa lebih baik bugil dari pada memakai pakaian seperti ini, karena kini aku benar-benar menyerupai pelacur dengan pakaian yang kukenakan.

Setelah itu, ibu Anna memerintahkanku untuk kembali berbaring di ranjang. Setelah aku melakukannya, ibu Anna membawa benda yang tadi di bawanya ke hadapanku. Benda itu bentuknya seperti kapsul dengan ukuran kurang lebih 25 centi dengan diameter 5 centi, berwarna hitam pekat serta terdapat semacam sabuk kulit ditengah benda itu, namun setelah kuperhatikan lebih lanjut, sabuk itu tidak terdapat tepat ditengah benda itu, melainkan agak ke ujung, sehingga terdapat 2 bagian, bagian yang panjang sekitar 17 atau 18 centi sedangkan bagian yang pendek sekitar 7 atau 8 centi yang dipisahkan sabuk itu.

Ibu Anna menyodorkan bagian yang panjang, kemudian menyuruhku menjilatinya, sudah kuperkirakan sebelumnya. Baru saja aku mulai menjilati benda itu, yang memang bentuknya agak mirip dengan penis itu, ibu Anna sudah tidak sabar, dengan kasar dia memasukan hampir seluruh bagian benda itu ke dalam mulutku sehingga hampir saja aku tersedak. Selang sebentar saja, ibu Anna sudah mencabut benda itu, dan tampak air liurku sudah membasahi permukaan benda itu. Sesudah itu kembali dia memasukan benda itu ke dalam mulutku, kali ini bagian yang pendek, karena memang pendek, sekitar 7 atau 8 centi, benda itu tidak membuatku kesulitan, hanya saja karena diameternya yang cukup besar membuat rahangku sedikit sakit yang terbuka agak lebar.

Sesudah itu, dengan mengangkat kepalaku, ibu Anna mengaitkan sabuknya dengan kencang sekali dibelakang kepalaku. Sesudah benda itu terpasangpun aku masih belum mengetahui dengan jelas apa kegunaannya. Rasanya mustahil jika benda itu hanya berguna untuk menyumbat mulutku kataku dalam hati, walaupun memang efektif karena aku kini tidak bisa mengeluarkan kata-kata apapun dari mulutku.

"Kamu tahu apa gunanya benda ini?" tanya ibu Anna padaku.

Dengan terpaksa aku menggeleng karena aku memang tidak mengetahui apa kegunaan benda ini, atau lebih tepat cara menggunakannya.

"Benda ini jauh lebih bisa memuaskan dari pada kontol kamu yang tidak ada gunanya itu" katanya sambil melepaskan celana dalam beserta penisnya itu.

Dengan hanya mengenakan BH saja, ibu Anna berdiri tepat di atas wajahku, kemudian dengan gerakan perlahan, ibu Anna berjongkok dan memposisikan bagian panjang benda tersebut ke dalam liang vaginannya. Perlahan ujung benda itu mulai memasuki liang vaginanya. Dengan bantuan air liur serta cairan vaginanya yang membanjir, nampaknya selain diriku yang mendapat orgasme ketika dientot dengan penis buatan itu, sang pemilik, dalam hal ini ibu Anna, tampaknya juga mendapatkannya.

Dengan mudah saja benda itu kini terbenam seluruhnya dalam vagina ibu Anna. Memang di bandingkan dengan penisku, benda itu masih jauh lebih besar, maka itu aku agak terkejut juga melihatnya dengan begitu mudah "ditelan" liang vagina ibu Anna. Sesudah itu, ibu Anna mulai menggerakan pinggulnya naik-turun. Selang beberapa saat kemudian, dia mempercepat gerakannya, lalu sesaat kemudian kembali memperlambatnya. Seiring dengan gerakan tubuhnya, kepalaku juga ikut melompat-lompat, untunglah saat itu aku berbaring di ranjang, jika dilantai tentunya akan menambah daftar penderitaanku. Entah sudah berapa kali aku hampir tersedak akibat benda di dalam mulutku itu, selain itu rahangku juga hampir copot rasanya akibat sesekali menahan berat tubuhnya. Satu-satunya hiburanku adalah aroma vagina ibu Anna yang memang sangat kusukai, dan buah dada sempurnanya yang melompat-lompat di dalam BH nya.

Hampir selama 5 menit, ibu Anna bertahan dalam posisi demikian, baru sesudah itu dia kemudian memutar tubuhnya, sehingga kini yang kulihat adalah bagian punggungnya. Pemandangan buah dada melompatnya kini sudah digantikan dengan lubang anusnya yang hanya berjarak beberapa mili dari hidungku, bahkan sesekali mengenainya akibat guncangan 8,0 skala richter yang dibuat ibu Anna. Memang boleh dikatakan lubang anusnya tidak berbau (entah bagaimana hal itu bisa terjadi), tapi kalian bayangkan saja sendiri bagaimana rasanya berada dalam posisi demikian!

Sesaat kemudian, dengan diawali dengan jeritan kenikmatan tanda orgasme, ibu Anna membenamkan vaginanya dalam-dalam ke benda tersebut. Jika bisa tentunya aku juga sudah ikut menjerit karena pada saat itu ibu Anna seakan-akan hanya menumpukan berat badannya di mulutku. Tulang pipi, tulang rahang serta gigiku terasa ngilu sekali akibat mendapat tekanan yang demikian besar, sedang hidungku juga tidak luput dari lubang anusnya. Untung kejadian itu hanya berlangsung sesaat saja. Sesudah itu ibu Anna mendemonstrasikan kelenturan pinggulnya dengan bergerak meliuk dan berputar dengan erotis. Dapat kurasakan cairan orgasmenya yang mengalir turun mengenai pipi dan daguku.

"Ambil nafas" kata ibu Anna dengan pelan sehingga hampir saja aku tidak mendengarnya.

Aku tidak mengerti mengapa ibu Anna memerintahkan hal seperti itu, namun saja kini aku sudah terbiasa untuk langsung melakukan perintahnya tanpa berpikir dahulu. Baru setengah jalan aku menghirup udara, tahu-tahu ibu Anna kembali membenamkan tubuhnya. Tentu saja hal itu membuatku terkejut karena lubang anus ibu Anna secara tiba-tiba menutup hidungku. Dengan cepat beban berat kembali menekan wajahku, bahkan kali ini terasa lebih berat dari pada sebelumnya.

Beberapa detik kemudian barulah aku tahu apa penyebabnya setelah merasakan kedua kakinya sedang memainkan penisku yang tanpa kusadari sudah kembali tegang. Ternyata kali ini ibu Anna benar-benar menduduki wajahku. Tanpa kedua kaki yang tadi sedikit banyak ikut membantu menyangga, kini seluruh berat tubuhnya diterima wajahku. Setelah itu untuk melengkapi penderitaanku, ibu Anna menggoyang-goyangkan pinggulnya yang mengakibatkan vagina, pantat dan lubang anusnya bergesekan keras dengan wajahku.

Semenjak tadi aku sudah berusaha sekuat tenaga menggunakan kedua tanganku untuk mengangkat tubuh ibu Anna yang menekan wajahku, namun tetap saja tubuh ibu Anna tidak bergerak walau sesenti. Dalam beberapa detik kemudian aku sudah merasa pandanganku berkunang-kunang karena otakku kekurangan suplai oksigen. Tanganku masih berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengangkat tubuh ibu Anna, sementara kedua kakiku menendang kesana kemari dengan frustasi. Jika dalam beberapa detik lagi aku masih belum bisa bernafas pastilah aku bisa celaka, atau setidaknya jatuh pingsan.

Akhirnya dengan seluruh tenaga yang masih tersisa, kudorong tubuh ibu Anna ke samping, dan ternyata usahaku berhasil, tubuhnya terjatuh kesamping sehingga memberikan jalan buatku untuk bernafas. Dengan tergesa-gesa aku langsung menghirup udara sehingga tanpa dapat kutahan, aku tersedak, namun karena ada benda didalam mulutku, aku tidak bisa terbatuk-batuk, hal itu membuatku sangat tersiksa sekali. Untung saja dengan sigap, ibu Anna kemudian membuka ikatan sabuk di belakang kepalaku dan mencopot benda itu dari mulutku. Barulah kemudian aku terbatuk-batuk tanpa henti.

Dengan tak mengucap sepatah katapun, ibu Anna meninggalkanku yang masih berusaha memulihkan jalan pernafasanku. Sesaat kemudian barulah nafasku mulai teratur dan pikiranku kembali terang. Aku kemudian melihat sekeliling, ternyata ibu Anna sedang mengganti pakaian. Ia melepaskan BH yang tadi dipakainya, dan selanjutnya ia mengenakan gaun tidur berwarna putih transparan sehingga memperlihatkan puting susu serta vaginanya dengan samar-samar.

Dengan masih tidak mengucap apa-apa, ibu Anna kemudian mengikat kedua tanganku dibelakang dengan tali. Barulah setelah itu ibu Anna mematikan lampu. Karena memang ranjang itu berukuran double, sehingga masih menyisakan banyak ruang setelah ibu Anna kemudian berbaring di sebelahku. Sesaat kemudian tampaknya ibu Anna sudah tidur terlelap. Sedangkan aku masih mengalami sedikit kesulitan karena ikatan pada tanganku yang membuatku benar-benar tidak nyaman, terlebih lagi BH yang masih kukenakan, yang kini entah kenapa terasa kencang sekali sehingga membuatku agak sedikit sulit bernafas, namun tak lama kemudian karena memang sudah benar-benar lelah, aku tertidur juga.

Ketika terbangun aku menyadari ibu Anna sudah tidak ada di tempatnya. Aku melihat jam dinding yang menunjukan sudah hampir jam 8 pagi. Yang pertama kali kurasakan ketika bangun adalah sekujur tubuhku yang pegal-pegal serta kehausan yang sebenarnya sudah semenjak kemarin, hanya saja aku tidak berani untuk mengatakan.

E N D